Video soal pendaki yang mengaku diusir dari tendanya saat berkemah viral di media sosial. Netizen ramai-ramai mengaitkan hal tersebut dengan dugaan praktik booking lahan area camping.
Selain pendaki, hal ini juga bikin resah para tour operator. Tak terkecuali Tiga Dewa Adventure yang dituduh melakukan booking lahan camping. Owner Tiga Dewa Adventure, Muhammad Rifki Maulana, pun membantah hal tersebut.
Agar tidak ada lagi kesalahpahaman yang terjadi, Rifki mengusulkan adanya pembagian kuota, khususnya bagi pendaki yang camping. Sebab, beberapa gunung di Indonesia sudah menerapkan booking online yang tentunya memudahkan transparansi dalam daya tampung dan daya dukung.
“Seperti contoh Merbabu, kemudian di Rinjani, di Gede, terus di Semeru, itu kan booking online, memperlihatkan daya dukung dan daya tampung. Daya dukungnya misalnya berapa, atau daya tampungnya di area gunung ini misalnya hanya 500 orang, berarti kan sudah tertebak tuh,” kata Rifki, saat dihubungi kumparan pada Rabu (4/6).
Kalau sudah over kapasitas, menurut Rifki bukan tidak mungkin ada pendaki yang tidak kedapatan tenda saat mendaki. Dikhawatirkan juga bisa menyebabkan terjadinya gesekan antara pendaki reguler dan pendaki dengan tour operator. Sebab, biasanya pendakian dengan tour operator pengurusan tenda akan dilakukan oleh porter atau tim lokal.
“Nah, itu kan akhirnya orang-orang yang pengin naik ke sana pastinya nggak kebagian tenda gitu. Jadi, mungkin untuk evaluasi bersama gitu, ketika memang ke depan mungkin ada pembagian kuota, itu juga lebih bagus. Misalnya kuota trip sama kuota pendaki itu nanti dibuat terpisah, ataupun area camp-nya nanti juga bisa dibuat terpisah,” paparnya.
Pembagian Kuota Pendakian
Sistem pembagian kuota pendakian ini juga dinilai bisa mencegah terjadinya dugaan booking lahan di area camping.
“Jadi sistem-sistem seperti itu untuk mengantisipasi ketika ke depannya gitu, loh. Jadi, kayaknya kejadian ini pasti akan berulang, kalau ketika tidak ada evaluasi gitu ya,” tutur Rifki.
Nantinya, ketik sudah ada evaluasi dan kuota yang ditentukan di setiap gunung sudah terpenuhi, pihak basecamp diminta menyetop pendaki yang berada di area camping yang sama.
“Jadi yang sudah bagus, ya, dipertahankan, seperti beberapa gunung yang menerapkan booking online. Namun, yang masih belum booking online kan, itu juga harus mendapatkan perhatian khusus, ya. Maksudnya ketika sudah over, entah dipindahkan jalurnya ataupun disetop dulu, bagaimana gitu sih,” katanya.
Jika memang kuota sudah terpenuhi, Rifki mengatakan bahwa pihaknya biasanya akan menyarankan pendaki naik di hari lain atau melewati jalur lain.
“Iya, pasti disarankan hari lain, jadi kita tidak memaksakan kuota online sudah penuh, kalau dimasuk-masukkan nggak mungkin kan begitu, karena kan ada pengecekan dan lain sebagainya,” kata Rifki..
Ia pun membagikan contoh bahwa gunung yang sudah menerapkan pembagian kuota antara pendaki reguler dengan pendaki tour operator adalah Gunung Rinjani.
“Nah, saya ambil contoh di Rinjani yang sudah menerapkan itu, jadi kuota reguler dan ada juga kuota tour operator. Ada dua, reguler dan tour operator. Tour operator itu untuk orang-orang lokal misalnya, yang punya trip atau yang khusus-khusus, jadi sudah dibagi dua gitu,” pungkasnya. dilansir dari situs resmi kumparan co.id.