Demonstrasi menolak Undang-Undang TNI di Malang, Jawa Timur, diwarnai bentrok dengan aparat pada Minggu malam kemarin. Hingga Senin (24/3) dini hari, dilaporkan 7 pendemo ditangkap, 10 orang dinyatakan hilang, dan puluhan orang terluka.
Jumlah korban itu dilaporkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, dalam rilisnya pada pagi ini. Aksi menolak beleid yang baru disahkan DPR itu semula berjalan damai, tetapi pada Minggu petang situasi menjadi ricuh.
Awalnya aksi berlangsung di depan Gedung DPRD Kota Malang, pukul 15.45 WIB. Situasi memanas menjelang petang, sebagian pendemo menerobos masuk halaman gedung dewan.
“Pada 18.30-18.40 (10-20 menit setelahnya), aparat Kepolisian bersama dengan TNI mulai melakukan penyisiran dan memukul mundur massa,” demikian keterangan LBH Pos Malang.
Polisi menyisir kawasan Balai Kota Malang, Jalan Suropati, Jalan Sultan Agung hingga Jalan Pajajaran. Hal yang sama terjadi di Jalan Gajahmada dengan jumlah polisi kurang lebih dua pleton, berpakaian lengkap dengan membawa alat pemukul.
Penyisiran itu menyebabkan bentrokan. “Sejumlah massa aksi ditangkap, dipukul dan mendapatkan ancaman. Tim medis, pers dan pendamping hukum yang bersiaga juga mendapati pemukulan,” kata Tim bantuan hukum LBH Pos Malang Wafdul Adif.
Wafdul menjelaskan sekitar 10 pendemo hilang kontak berdasar pendataan dari pelaku aksi. Kemudian sekitar 7 pendemo dilarikan ke rumah sakit. Ia menyebutkan puluhan orang juga terluka terdiri dari pedemo, tim medis, hingga pers.
Hal senada disampaikan Koordinator LBH Pos Malang Daniel Siagian yang membantu evakuasi massa yang terluka akibat bentrok. Ia terus mendata peserta aksi yang ditangkap aparat.
Selain korban dari massa aksi, polisi juga menyampaikan sebanyak 7 aparat mengalami luka-luka. Massa yang menggelar unjuk rasa mengeklaim dari ‘Arek-arek Malang, dilansir dari situs resmi publica co.id
