Negara Rusia telah dinyatakan bersalah atas penembakan rudal terhadap pesawat Malaysia Airlines MH17. Insiden rudal itu terjadi pada 17 Juli 2014 di wilayah udara Ukraina, menewaskan total 298 korban jiwa yang tidak bersalah.
Pengumuman penting ini datang dari Pemerintah Belanda dan Pemerintah Australia dalam dua kesempatan berbeda pada Selasa, 13 Mei 2025. Pernyataan tersebut merupakan hasil dari gugatan yang dilayangkan kedua negara tersebut kepada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Pesawat MH17 nahas itu diketahui membawa 196 warga negara Belanda serta 28 warga negara Australia di dalamnya. Mayoritas korban tewas dalam insiden penembakan rudal ini merupakan warga dari kedua negara yang mengajukan gugatan tersebut.
Menteri Luar Negeri Belanda, Caspar Veldkamp, mengakui keputusan ICAO ini tidak mampu mengembalikan para korban yang meninggal. Namun, keputusan tersebut membuka pintu bagi upaya menggugat agar pihak terlibat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Veldkamp secara tegas menyatakan, “Keputusan ICAO ini penting untuk upaya kita berikutnya.” Di Negara Belanda sendiri, setiap tanggal 17 Juli diperingati sebagai hari berkabung nasional bagi para korban MH17.
Senada, Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, menyampaikan bahwa keputusan ICAO mengukir sejarah penting. Ia meyakini putusan tersebut membawa keadilan semakin dekat kepada para korban MH17 dan keluarganya.
Kementerian Luar Negeri Australia secara khusus meminta negara Rusia untuk bertanggung jawab penuh. Mereka menekankan pentingnya pembenahan atas tindakan Rusia yang dianggap keterlaluan sesuai hukum internasional.
ICAO sendiri merupakan lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menetapkan standar aturan penerbangan internasional. Lembaga ini berwenang dipatuhi 193 negara anggotanya, namun tidak memiliki kekuatan untuk penjatuhan sanksi pidana.
Saat ini, ICAO masih dalam proses mengukur jenis pertanggungjawaban spesifik yang bisa ditanggung oleh negara Rusia. Penetapan tanggung jawab ini merupakan tahap awal dalam proses hukum internasional terkait insiden MH17.
Pesawat dengan nomor registrasi 9M-MRD ini dilaporkan ditembak oleh rudal di langit Ukraina bagian timur. Area penembakan rudal tersebut berada dekat perbatasan Rusia, menimpa pesawat Boeing 777-200 milik Malaysia Airlines.
Penyelidikan mendalam menemukan bahwa pesawat MH17 ditembak jatuh oleh rudal permukaan-ke-udara buatan negara Rusia. Kebetulan saat itu, wilayah Ukraina bagian timur sedang dilanda konflik bersenjata antara kelompok pemberontak separatis dan militer negara.
Kronologi insiden bermula ketika pesawat Malaysia Airlines MH17 terbang di atas wilayah Ukraina bagian timur yang berkonflik. Pesawat itu terbang pada ketinggian sekitar 33.000 kaki atau 10.000 meter, sesuai pembatasan ketinggian minimum otoritas penerbangan Ukraina saat itu.
Saat pesawat MH17 mendekati perbatasan Rusia, awak kabin melakukan komunikasi rutin dengan pengawas lalu lintas udara setempat. Setelah kontak rutin itu, komunikasi verbal dari MH17 terhenti dan pesawat mendadak menghilang dari layar radar.
Para saksi mata di darat melaporkan adanya ledakan keras di udara sesaat sebelum pesawat jatuh. Puing-puing pesawat MH17 tersebar di area seluas 50 kilometer persegi, dengan konsentrasi terbesar ditemukan di dekat Desa Hrabove, Ukraina.
Menanggapi keputusan tersebut, pihak Kremlin secara tegas menolak penetapan ICAO. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebut keputusan badan penerbangan PBB itu sebagai “keputusan bias” terkait insiden MH17.
Peskov menjelaskan alasan penolakan Rusia karena negaranya tidak ikut serta dalam penyelidikan insiden rudal ini. Oleh sebab itu, pihak Kremlin tidak menerima kesimpulan yang dianggap bias dan tidak adil. dilansir dari situs resmi netralnews co.id.