Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 resmi dilantik dan siap menjalankan tugasnya. Ada hal menarik yang sempat menjadi perbincangan publik terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang selama ini dinilai salah satu ‘keberhasilan’ KPK menangkap koruptor.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat menjalani fit and proper test calon pimpinan KPK sempat menyatakan akan menghapus OTT jika Komisi Hukum DPR RI memilihnya sebagai pimpinan KPK.
Mantan Ketua KPK Nawawi Pomolango menyinggung OTT tetap diterapkan sebagai salah satu metode penindakan di KPK.
“Itu salah satu metode penindakan. KPK diberikan kewenangan untuk melakukan proses penyadapan, perekaman suara dari tingkat penyidikan. Itulah yang kemudian kita kemas sebagai suatu bagian kegiatan yang orang menyebutnya operasi. Jadi sah-sah aja,” kata Nawawi saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Terkait adanya usulan penghapusan OTT, Nawawi menilai hal tersebut merupakan pemahaman personal. Sementara, KPK melihat OTT sebagai metode penindakan yang cukup efektif.
Hal serupa juga disampaikan Ketua Dewas KPK 2019-2024 Tumpak Hatorangan, yang menilai OTT masih diperlukan dalam penerapan di KPK.
“Saya rasa masih perlu lah, ya,” kata Tumpak.
Tumpak mengatakan secara hukum, OTT memang tidak diatur berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, ia menilai kontroversi terkait OTT, merupakan salah paham dari definisi OTT itu sendiri.
“Kalau OTT kan itu emang harus ada. Itu salah kaprah kenapa ada nama OTT. Sebenernya bukan tertangkap tangan. Itu, jadi O itu operasi, Operasi Tangkap Tangan bukan tertangkap tangan seperti di KUHAP. Memang itu tidak termasuk di dalam pengertian KUHAP,” jelas dia
Menyikapi kontroversi terkait OTT, Seusai pelantikan, Ketua KPK periode 2024-2029 Setyo Budiyanto menyebut bahwa OTT masih menjadi salah satu kewenangan KPK.
“Ya, beberapa kali kan sudah kami sampaikan, salah satu kewenangan KPK kan bisa melakukan penyadapan. Ya, untuk apa? Kalau misalkan kita punya kewenangan penyadapan, kemudian tidak melakukan OTT, itu kan salah satu rangkaian kegiatannya kan dari penyadapan,” sebut Setyo.
Sementara itu, Ketua Dewas KPK 2024-2029 Gus Rizal Lenig menyerahkan penerapan OTT kepada pimpinan KPK, asalkan dilaksanakan sesuai undang-undang.
“Kami serahkan semuanya kepada pimpinan KPK. Sepanjang Undang-Undang mengatur mengenai hal demikian pelaksanaan ya silahkan, mengundang-undang mengatur demikian,” kata Rizal.
Rizal menjelaskan, dalam UU tersebut masalah evaluasi maupun tugas tanggung jawab dari pimpinan KPK itu dilakukan sekali setahun. Tapi asal masalah monitoring dan evaluasi (monev) itu nggak boleh sekali setahun, minimal harus sekali enam bulan atau sekali tiga bulan.
“Sebab sekali tiga tahun terjadi misal pelanggaran, kan tahun yang akan datang baru bisa di monev. Maka jika terjadi satu pelanggaran secepatnya kita tindak lanjuti. Jadi jangan sampai pada bulan atau tahun yang akan datang akan terjadi lagi pelanggaran tersebut,” jelas Rizal. Dilansir dari situs resmi investor.co.id