Terdapat tiga buah foto bersejarah yang mengabadikan momen proklamasi 17 Agustus 1945. Foto tersebut antara lain ketika Soekarno membacakan Proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih, dan suasana upacara. Ketiga foto tersebut tidak akan ada jika tanpa jasa dari sosok Mendur Bersaudara.
Berdasarkan informasi pada buku Beberapa Tokoh dalam Sejarah Minahasa Seri 1 oleh Denni HR Pinontoan, proklamasi kemerdekaan Indonesia saat itu berlangsung sederhana. Bahkan hanya ada dua fotografer yang hadir, yaitu Alex dan Frans Mendur. Mereka mengabadikan momen bersejarah ini menggunakan kamera Leica Leitz, dilansir dari situs resmi detik .co.id
Seperti apakah sosok Mendur Bersaudara? Ini dia profil dan biografi singkat keduanya yang dirangkum dari Kisah-Kisah kecil Beberapa Tokoh dalam Sejarah Minahasa Seri 1 oleh Denni HR Pinontoan dan Hidup Penuh Berkah oleh M Husnaini. Mari simak informasi lengkapnya!
Mengenal Keluarga Mendur
August Mendur dan Ariantje Mononimbar adalah pasangan Minahasa yang memiliki sebelas anak. Ivan RB Kaunang, sejarawan dari Universitas Sam Ratulangi Manado, mencatat bahwa August Mendur memiliki kemampuan dalam pengobatan tradisional menggunakan obat ‘makatana’, yang diwarisi dari ayahnya.
Alex adalah anak pertama dikeluarga ini, sementara Frans adalah anak keempat. Keluarga ini tinggal di Kawangkoan. Alex lahir pada 7 November 1907 di Kawangkoan dan meninggal di Bandung pada 31 Desember 1984. Alex menikah dengan Innes Mandoinsong, dan mereka memiliki tiga anak, yaitu Lexy Rudolf Mendur, Yvone Marlene Mendur, dan Maya Mayon Mendur.
Frans, yang lahir pada 16 April 1913 di Kawangkoan, menikah dengan Jamailah binti Sariih. Mereka memiliki empat anak, yaitu Jian Samartini Mendur, Johny Sumanjono Mendur, Zakaria, dan Juni Prihatini. Frans meninggal di Jakarta pada 16 April 1971. Nama tengah Frans, ‘Soemarto’, diberikan oleh ayah angkatnya di Jawa.
Sepak Terjang Mendur Bersaudara
Di usia remaja, Alex dan Frans merantau ke Jawa. Mereka memulai karier di Surabaya sebelum pindah ke Batavia. Di Surabaya, Alex bergabung dengan organisasi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) yang dipimpin oleh Dr Soetomo.
Kemudian, Alex bekerja sebagai wartawan foto di De Java Bode, sebuah koran berbahasa Belanda tertua yang terbit sejak 1852. Ia bekerja di koran tersebut dari 1932 hingga 1935. Selama pendudukan Jepang, De Java Bode tidak terbit, tetapi terbit kembali setelah kemerdekaan hingga 1958.
Frans mengikuti jejak kakaknya dengan bekerja di De Java Bode mulai tahun 1935. Dia belajar fotografi dari Alex dan menguji keterampilannya dengan mengirim foto ke De Java Bode dan mingguan Wereldnieuws. Frans diterima sebagai pembantu wartawan foto.
Selama periode Jepang, Frans bekerja di koran Asia Raja yang digunakan untuk propaganda Jepang. Asia Raja mengadakan konferensi meja bundar pada 12 Maret 1945 di Hotel Miyako di Batavia. Selain itu, Frans juga bekerja di Jawa Shimbun Sha, yang merupakan bagian dari Sarekat Penerbit Surat Kabar pada masa itu.
Kisah Heroik Mendur Bersaudara pada Proklamasi 1945
Pada pagi 17 Agustus 1945, dua fotografer, Frans Sumarto Mendur dan Alexius Impurung Mendur, diam-diam menuju rumah Soekarno di Jakarta. Mereka bekerja di kantor berita Jepang Domei dan mendengar kabar bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan diumumkan. Jepang baru saja kalah dari Sekutu, tetapi berita tersebut belum menyebar luas.
Saat proklamasi dimulai, Soekarno membaca teks kemerdekaan di hadapan beberapa orang, termasuk Mendur bersaudara. Frans berhasil mengambil tiga foto penting, yaitu Soekarno membaca teks, pengibaran bendera Merah Putih, dan suasana upacara. Setelahnya, mereka diburu oleh tentara Jepang.
Alex tertangkap, tetapi Frans berhasil melarikan diri dan menyembunyikan foto di dekat kantor Harian Asia Raya. Meskipun foto tidak dapat dipublikasikan segera karena sensor, perjuangan mereka membuahkan hasil. Foto proklamasi akhirnya dipublikasikan di Harian Merdeka pada 20 Februari 1946.
Kisah heroik Mendur bersaudara kini dikenal luas. Foto proklamas
i kemerdekaan Indonesia yang mereka ambil menjadi simbol penting dalam sejarah bangsa. Keberanian mereka memastikan momen bersejarah ini dapat dikenang oleh seluruh rakyat Indonesia.