‘Gedung Setan’ Surabaya mengalami insiden atap ambrol beberapa waktu lalu. Penghuni yang masih mengungsi berharap gedung bisa diperbaiki atau mendapat bantuan Pemkot seperti rumah susun.
Warga Surabaya mungkin tak asing dengan ‘Gedung Setan’ di Jalan Banyu Urip Wetan. Gedung itu berupa bangunan tua besar yang tampak seakan angker.
Sudah ada sejak lama, bagaimana asal usul Gedung Setan?
Dilansir dari detikNews, gedung ini pertama berdiri pada 1809 sebagai Kantor Gubernur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Jawa Timur. Setelah VOC bangkrut dan tidak lagi tinggal di Indonesia, bangunan dua lantai ini menjadi milik Dokter Teng Sioe Hie.
Namun, bangunan ini tidak dijadikan tempat tinggal oleh Dokter Teng Sioe Hie. Sementara itu, lahan kosong di kanan dan kiri gedung dijadikan tempat pemakaman China seiring kepergian VOC.
Warga sekitar menyebut bangunan ini sebagai ‘Gedung Setan’ lantaran lokasinya di tengah area pemakaman. Warga juga enggan melewati gedung menjelang sore karena gelap tidak ada lampu.
Meski terlihat angker dan saat malam hari gelap, gedung ini ternyata dihuni oleh puluhan keluarga. Gedung Setan terdiri dari 40 ruang yang dijadikan kamar.
Mayoritas penghuni merupakan generasi keempat pengungsi Tionghoa sejak tahun 1948. Warga yang tinggal di sini disebut memiliki garis keturunan dari penghuni asli. Akan tetapi, keluarga dari pemilik bangunan sendiri tidak tinggal di Gedung Setan.
Dilansir dari detikJatim, seorang warga, Sukmono Catur (41), sudah 15 tahun tinggal di gedung bekas kantor zaman Belanda tersebut. Istri dan ayah mertuanya adalah penghuni asli sejak lahir dan keturunan Tionghoa.
Ia mengatakan Gedung Setan hanya ditinggali keturunan China. Dulu sesepuh Gedung Setan diberi mandat memegang surat kuasa untuk menempati dan meninggali gedung itu dengan kamar dipetak-petakkan.
“Sistemnya tempat tinggal turunan, tidak bisa tinggal kalau tidak ada turunan Tionghoa. Kalau nggak ada garis keturunan pertama nggak bisa masuk. Di sini murni warga asli Gedung Setan, ini sudah lima generasi. Listrik air sendiri, ada meteran sendiri-sendiri,” kata Sukmono kepada detikJatim di pengungsian Balai RW 6, Banyu Urip Wetan, Jumat (19/12) lalu.
Penghuni tidak dikenakan sewa bulanan atau tahunan. Mereka hanya membayar listrik dan air sesuai kebutuhan masing-masing.
Sebelumnya diberitakan, atap Gedung Setan ambrol akibat diterjang hujan lebat disertai angin kencang pada Rabu (18/12) pukul 17.30.
Tidak ada korban jiwa saat kejadian, tetapi 61 jiwa dari 20 KK terdampak. Para penghuni harus diungsikan ke tempat yang lebih aman untuk sementara waktu.