Breaking News

Breaking News

Setiap bulan Muharam, masyarakat Kota Pariaman di Sumatera Barat menggelar sebuah tradisi budaya yang penuh makna spiritual dan sejarah, yakni Tabuik.

Tradisi ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah peristiwa budaya akbar yang telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi identitas penting bagi masyarakat pesisir Minangkabau.

Tradisi Tabuik saat Muharam mencerminkan nilai-nilai duka, pengorbanan, solidaritas, serta kearifan lokal yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Pariaman. Di tengah suasana religius Muharam, tradisi ini menjadi media ekspresi budaya dan spiritual yang unik, menyatukan elemen sejarah Islam dan budaya Minangkabau dalam satu perayaan kolosal.

Sejarah Tabuik, dari Karbala ke Pariaman

Asal-usul tradisi Tabuik berkaitan erat dengan peringatan Asyura, yaitu hari wafatnya Imam Hussein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, dalam tragedi Pertempuran Karbala pada 10 Muharam 61 Hijriah (680 M). Bagi umat Islam, khususnya kalangan Syiah, peristiwa ini merupakan simbol perjuangan dan pengorbanan demi kebenaran dan keadilan.

Nama Tabuik sendiri berasal dari bahasa Arab “tabut”, yang berarti peti atau tandu jenazah. Dalam konteks tradisi ini, Tabuik merupakan simbol keranda Imam Hussein yang diarak sebagai bentuk penghormatan dan ungkapan duka cita mendalam atas tragedi Karbala.

Meskipun berakar dari tradisi Syiah, pelaksanaan Tabuik di Pariaman mengalami proses akulturasi budaya yang unik. Mayoritas masyarakat Pariaman menganut mazhab Sunni, tetapi tradisi ini diterima secara luas dan diolah menjadi bagian dari identitas budaya lokal tanpa mengedepankan sekat mazhab.

Tabuik bukan lagi semata peringatan keagamaan, melainkan warisan budaya yang telah melebur dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau.

Jejak Tabuik dari India ke Sumatera Barat

Tradisi Tabuik diyakini dibawa oleh para pekerja kontrak asal India, terutama dari kawasan Madras dan Benggala, yang datang ke Sumatera Barat pada abad ke-19 saat masa kolonial Hindia Belanda. Bersama mereka, turut hadir budaya memperingati Asyura yang kemudian mengalami percampuran dengan adat dan nilai lokal masyarakat Pariaman.

Akulturasi tersebut menciptakan bentuk baru dari peringatan Asyura, yang di Pariaman tampil dalam format ritual kolektif masyarakat. Tidak lagi terikat oleh identitas mazhab tertentu, Tabuik tumbuh menjadi simbol kebersamaan, spiritualitas, dan kekayaan budaya lokal.

Rangkaian Tradisi Tabuik Saat Muharam

Prosesi Tabuik berlangsung selama 10 hari, dimulai dari 1 Muharam dan mencapai puncaknya pada 10 Muharam. Sejak hari pertama, masyarakat telah memulai rangkaian ritual seperti berikut ini.

  • Maambiak tanah (pengambilan tanah dari sungai).
  • Pemotongan batang pisang.
  • Pembuatan dan penyusunan Tabuik dengan tandu besar yang dihiasi ornamen megah, kertas warna-warni, serta simbol kuda bersayap yang merepresentasikan Buraq, makhluk dalam kepercayaan Islam yang dipercaya membawa roh Imam Hussein ke langit.

Puncak dari tradisi ini terjadi pada hari ke-10 Muharam, ketika dua buah Tabuik dari dua wilayah utama di Pariaman, yakni Tabuik Pasa (Pasar) dan Tabuik Subarang (Seberang), diarak keliling kota dengan iring-iringan ribuan masyarakat dan wisatawan. Prosesi ini semakin semarak dengan tabuhan gandang tasa, alat musik tradisional yang ritmis dan menggugah suasana emosional.

Setelah ritual “hoyak tabuik” atau pengayunan tandu besar secara serempak oleh puluhan warga, kedua Tabuik kemudian dihanyutkan ke laut di Pantai Gandoriah. Prosesi ini melambangkan pelepasan duka dan pengembalian roh Imam Hussein ke tempat asalnya sebagai bentuk penghormatan terakhir.

Meskipun berawal dari peristiwa duka, suasana Tabuik saat Muharam justru berlangsung meriah. Bukan hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai pengorbanan, tradisi ini juga memancarkan semangat persatuan dan gotong royong. Masyarakat Pariaman bahu-membahu dalam setiap tahap pelaksanaan, mulai dari persiapan hingga puncak acara.

Tabuik juga telah menjadi agenda pariwisata tahunan yang diangkat secara resmi oleh Pemerintah Kota Pariaman dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Setiap tahun, ribuan wisatawan domestik dan mancanegara datang untuk menyaksikan kemegahan perayaan ini, yang menyatukan unsur agama, budaya, dan seni pertunjukan dalam satu kesatuan.  dilansir dari situs resmi beriitasatu co.id.

Leave a Comment

javanica post

Javanica Post adalah portal berita online yang dikelola oleh PT. Javanica Media Digital, salah satu anak perusahaan dari Javanica Group.

Edtior's Picks

Latest Articles

©2024 javanica post. All Right Reserved. Designed and Developed by Rizarch