Kemudahan mengakses internet bagi setiap orang membuat siapapun bisa mengaksesnya, termasuk untuk menggunakan sosial media. Tidak hanya orang dewasa, saat ini pengguna sosial media juga menargetkan anak-anak sebagai pengguna.
Sehingga, tanpa disadari mereka yang masih dibawah umur terkadang bisa mengakses bahkan memiliki akun pribadi. Hiburan seperti foto dan video di media sosial terkadang membuat orang nyaman hingga lupa waktu.
Selain itu, media sosial juga membuat orang terkena masalah kesehatan mental karena kecanduan. Hal ini dikarenakan media sosial merupakan platform yang menciptakan peluang bagi orang-orang berpikiran sama dalam satu komunitas yang berbeda untuk berinteraksi.
Menurut penelitian BMC Psychiatry bahwa menggunakan sosial media terlalu sering dapat mengaktifkan sistem penghargaan otak yang hampir mirip dengan ketika sedang melakukan perjudian.
Hal ini bisa didapatkan ketika seseorang menerima like dan komentar yang membuat suasana hati menjadi senang sehingga mendorong seseorang untuk terus memposting konten yang mereka buat.
Beberapa orang juga akan melakukan scrolling secara terus menerus untuk memperoleh kesenangan dan menghilangkan perasaan sedih. Namun, kebiasaan men-scrolling akan berdampak buruk jika dilakukan terlalu sering, terutama menjelang malam hari saat akan tidur.
Hal ini tidak hanya mengganggu kesehatan secara fisik, tetapi juga kesehatan mental. Lalu, apa saja dampak negatif sosial media bagi kesehatan mental?
Cyber bullying
Menggunakan media sosial media secara terus-menerus berisiko terkena cyber bullying atau perundungan menggunakan teknologi digital. Pengguna sosial media yang tak terbatas membuat platform ini tidak bisa mengontrol tindakan atau perilaku seseorang di sosial media.
Perundungan atau cyber bullying bisa terjadi pada siapa saja dan kapan pun, tidak terkecuali pengguna sosial media.
Melansir laman UNICEF Indonesia, dampak dari cyber bullying dapat mempengaruhi korban, baik secara emosional, mental dan fisik.
Secara mental, korban cyber bullying akan selalu merasa kesal, bodoh hingga larut dalam rasa marah. Sedangkan secara emosional, korban dari cyber bullying biasanya merasa malu bahkan hilang minat terhadap kesukaan atau hobi mereka.
Tidak hanya korban, baik pelaku hingga orang yang menyaksikan cyber bullying juga akan merasakan dampak negatif. Umumnya mereka akan menunjukkan ciri-ciri depresi, memiliki masalah kepercayaan dengan orang lain, selalu curiga, mudah marah, dan sulit fokus atau hilang motivasi.
Pengguna sosial media juga mudah terkena gangguan kecemasan, hal ini biasanya disebabkan oleh tekanan dari postingan atau cerita yang mereka lihat di media sosial.
Melansir laman website Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, bahwa hal tersebut muncul akibat kecenderungan pengguna sosial media yang selalu membandingkan dirinya dengan keberhasilan yang dicapai orang lain.
Beberapa orang mungkin merasa bahagia jika melihat keberhasilan atau pencapaian orang lain. Namun, tidak jarang hal ini memicu rasa iri yang dapat memicu depresi hingga overthinking yang berkepanjangan.
FOMO (Fear of Missing Out)
Mengutip dari laman King University, Fear of Missing Out (FOMO) merupakan dampak sosial media yang memunculkan kecemasan atau motivasi yang dirasakan oleh pengguna media sosial saat mereka merasa menjadi bagian dari suatu kelompok atau momen yang diunggah orang lain.
John M. Grohol praktisi Psych Central mengungkapkan bahwa FOMO merupakan sebuah fenomena psikologis yang terjadi pada pengguna media sosial. Orang yang terkena FOMO akan merasa bahwa dirinya dikucilkan, terisolasi dan merasa cemas secara sosial karena tidak mengikuti tren media sosial.
Menyebabkan perasaan kesepian
Menggunakan media sosial berlebihan juga membuat seseorang sering merasa kesepian. Hal ini dapat muncul ketika seseorang mulai memprioritaskan untuk berhubungan secara daring daripada berhubungan secara nyata.
Sehingga, ketika interaksi daring mulai pudar atau hilang mereka akan merasa kesepian.