Breaking News

Breaking News

Beranda » KPK Bongkar Praktik  THR Ilegal Kemnaker, Mulai Periksa Menteri Ida Fauzia
0 comment

KPK Bongkar Praktik  THR Ilegal Kemnaker, Mulai Periksa Menteri Ida Fauzia

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemungkinan bakal memeriksa mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah.

Langkah ini dilakukan untuk mengonfirmasi aliran dana dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), khususnya terkait praktik pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) pada momentum Idulfitri dari sejumlah perusahaan agen tenaga kerja asing (TKA) kepada pegawai Direktorat PPTKA, Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.

Praktik tersebut terungkap saat penyidik memeriksa eks Subkoordinator Direktorat PPTKA, Mustafa Kamal, serta Eka Primasari yang juga mantan stafsus eks Menaker Ida Fauziah, pada Kamis (11/9/2025).

“Setiap keterangan dari para saksi yang sudah didalami tentu nanti akan dianalisis kebutuhannya seperti apa untuk kemudian mengkonfirmasi kepada saksi-saksi lainnya,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/9/2025).

Sebelumnya, KPK telah mengungkap adanya praktik pemberian THR dari perusahaan agen TKA kepada pegawai Direktorat PPTKA. Menurut penyidik, pemberian THR tersebut termasuk uang tidak resmi karena terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemnaker periode 2019–2024.

“Penerimaan uang tidak resmi dari para agen TKA, serta uang THR tiap tahun yang diterima oleh hampir seluruh pegawai pada Direktorat PPTKA, dimana uangnya diduga berasal dari para agen TKA,” ujar Budi melalui keterangan tertulis, Kamis (11/9/2025).

Baca Lainnya :  Kpk Endus Ada Oknum Kemenag Terima 113 Juta Per Kuota Haji dari Agen Travel

Informasi mengenai aliran THR ilegal itu didalami penyidik melalui pemeriksaan dua saksi, yakni Mustafa Kamal, PNS Kemnaker yang pernah menjabat Subkoordinator Direktorat PPTKA, serta Eka Primasari, PNS Kemnaker yang pernah menempati posisi serupa.

Kedua saksi juga dimintai keterangan terkait dugaan pembelian aset oleh delapan tersangka yang diduga menggunakan uang hasil pemerasan pengurusan RPTKA.

“Selain itu Penyidik juga mendalami pembelian-pembelian aset oleh tersangka, yang diduga berasal dari uang tidak resmi yang diterima dari para agen TKA,” ucap Budi.

Berdasarkan konstruksi perkara, kasus ini mengungkap dugaan praktik korupsi sistematis dan terorganisir dalam pengurusan RPTKA di Kemnaker. RPTKA merupakan dokumen wajib bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan TKA di Indonesia dan pengurusannya berada di bawah Direktorat PPTKA, Ditjen Binapenta dan PKK.

Modus para tersangka yaitu melakukan pungutan liar (pungli) secara berjenjang. Permohonan RPTKA hanya diproses jika pemohon menyetor sejumlah uang. Jika tidak, proses diperlambat atau diabaikan. Dalam sejumlah kasus, pemohon bahkan diminta datang langsung ke kantor Kemnaker dan baru akan “dibantu” setelah menyetorkan dana ke rekening tertentu.

Baca Lainnya :  Vonis Lepas Dibatalkan MA, Wilmar hingga Musim Mas Group Siap-siap Bayar Triliunan Rupiah

Selain itu, penjadwalan wawancara via Skype juga diatur secara manual dan hanya diberikan kepada pemohon yang membayar. Penundaan penerbitan RPTKA menimbulkan risiko denda Rp1 juta per hari bagi perusahaan pemohon.

Para pejabat tinggi seperti mantan Dirjen Binapenta dan PKK Suhartono, mantan Dirjen Binapenta sekaligus Direktur PPTKA Haryanto, mantan Direktur PPTKA Wisnu Pramono, serta mantan Direktur PPTKA Devi Anggraeni, diduga memerintahkan para verifikator—antara lain Putri Citra Wahyoe, Alfa Eshad, dan Jamal Shodiqin—untuk melakukan pungutan terhadap pemohon.

Dana hasil pungli tersebut diduga dibagikan rutin kepada pegawai dan dipakai untuk keperluan pribadi, termasuk jamuan makan malam. KPK mencatat, sebanyak 85 pegawai Direktorat PPTKA turut menerima aliran dana pungli tersebut.

Dari total dugaan hasil korupsi Rp53,7 miliar, KPK menyebut baru sekitar Rp8,61 miliar yang berhasil dikembalikan ke negara melalui rekening penampungan. Penelusuran masih berlanjut, termasuk kemungkinan adanya praktik serupa sebelum 2019.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca Lainnya :  Eks Bupati Lampung Tersangka Korupsi Pembangunan Pagar Rumdis

Total Dugaan Pemerasan Capai Rp53,7 Miliar

Berikut daftar tersangka dan besaran dana yang diduga diterima sepanjang 2019–2024. Mereka telah ditahan sejak Juli 2025:

1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025): Rp18 miliar

2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp13,9 miliar

3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA (2021–2025): Rp6,3 miliar

4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA (2024–2025): Rp2,3 miliar

5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1,8 miliar

6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1,1 miliar

7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA (2017–2019): Rp580 juta

8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023): Rp460 juta

Selain itu, KPK mencatat adanya dana tambahan Rp8,94 miliar yang dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk uang “dua mingguan”. Dana tersebut juga dipakai untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama para tersangka maupun keluarganya. dilansir dari situs resmi inilah co.id

Leave a Comment

javanica post

Javanica Post adalah portal berita online yang dikelola oleh PT. Javanica Media Digital, salah satu anak perusahaan dari Javanica Group.

Edtior's Picks

Latest Articles

©2024 javanica post. All Right Reserved. Designed and Developed by PEH Digital Agency