Breaking News

Breaking News

Beranda » Korban Bullying Merakit Bom dan Ledakan Sekolah SMAN 72 Jakarta Utara
0 comment

Korban Bullying Merakit Bom dan Ledakan Sekolah SMAN 72 Jakarta Utara

Suasana damai di SMAN 72 Jakarta Utara, Kelapa Gading, berubah mencekam pada Jumat (7/11/2025) siang.

 

Saat para siswa dan guru tengah menunaikan salat Jumat di masjid sekolah, ledakan keras tiba-tiba mengguncang area tersebut. Suara dentuman memecah ketenangan, membuat jamaah berhamburan panik.

 

Menurut kesaksian salah satu siswa kelas XI bernama Sela, sumber ledakan berasal dari dalam masjid sekolah.

 

Ia menduga ledakan itu berasal dari bom rakitan atau bom molotov yang dibawa oleh seorang siswa yang disebut-sebut sering menjadi korban bullying.

 

“Saya menduga siswa ini ingin balas dendam dan mungkin juga bunuh diri. Tadi saya lihat ada tiga bom, dua meledak, satu belum,” ujar Sela yang berada di lokasi kejadian.

 

Kronologi Ledakan: Antara Salat Jumat dan Kepanikan Massal

Ledakan terjadi tepat setelah khotbah Jumat berakhir dan imam hendak memulai iqamah. Sela yang berada di selasar masjid mengaku selamat dari ledakan karena jaraknya agak jauh dari sumber suara. Namun, ia tak luput dari kepanikan.

 

“Saya tidak terkena langsung, tapi baju saya kotor karena membantu teman-teman yang luka,” ceritanya.

 

Saksi lain, Toto, salah satu guru yang juga berada di dalam masjid, mengatakan dirinya berdiri di belakang imam saat suara ledakan menggema. “Semua jamaah langsung berlari keluar. Banyak siswa yang jatuh dan beberapa terluka,” ujarnya dengan wajah masih tegang.

 

Ledakan itu sempat menimbulkan kepulan asap dan aroma bahan bakar menyengat di area masjid. Sejumlah siswa mengalami luka ringan akibat pecahan kaca dan kepanikan massal. Petugas keamanan sekolah langsung mengevakuasi para korban dan menghubungi pihak kepolisian.

Baca Lainnya :  MK Putuskan Polisi Aktif Dilarang Memiliki Jabatan Sipil

 

Dugaan Motif: Perundungan yang Tak Terselesaikan

Fakta bahwa bom rakitan diduga dibawa oleh seorang siswa yang sering dirundung membuat publik terkejut sekaligus prihatin. Sela, yang mengenal siswa tersebut, mengatakan tidak ada tanda-tanda mencurigakan di pagi hari.

 

“Kami tadi ikut kegiatan Adiwiyata, suasananya santai, tidak ada yang aneh. Tapi mungkin dia sudah merencanakan ini dari sebelumnya,” katanya.

 

Dugaan sementara menyebutkan bahwa pelaku mengalami tekanan mental akibat perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.

 

Ia disebut kerap menjadi bahan ejekan teman-temannya, hingga akhirnya nekat melakukan tindakan ekstrem sebagai bentuk balas dendam.

 

Kepolisian masih mendalami motif dan memastikan identitas pelaku. Tim Jibom dari Polda Metro Jaya langsung diterjunkan ke lokasi untuk melakukan penyelidikan teknis, memeriksa bahan peledak yang digunakan, dan mengamankan area sekitar sekolah.

 

Tanggapan Guru dan Pihak Sekolah

Pihak sekolah enggan memberikan pernyataan resmi sebelum penyelidikan kepolisian selesai. Namun, salah satu guru yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa kasus perundungan memang sulit dikontrol sepenuhnya.

 

“Kadang anak-anak tidak terbuka. Kalau ada masalah pribadi, kami baru tahu setelah kejadian besar seperti ini. Ini pelajaran berat bagi dunia pendidikan,” ucapnya.

 

Pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga dikabarkan tengah mengumpulkan data lengkap mengenai kronologi kejadian dan latar belakang siswa yang diduga terlibat.

Baca Lainnya :  Warga Cirebon Geram Siap Tiru Pati Akan Demo Tolak Kenaikan PBB 100 %

 

Mereka berencana menurunkan tim psikolog untuk memberi pendampingan kepada siswa-siswa yang mengalami trauma akibat insiden tersebut.

 

Ledakan di Tengah Ibadah: Luka Fisik dan Psikologis

Ledakan di rumah ibadah sekolah ini bukan hanya menyebabkan luka fisik, tapi juga meninggalkan trauma psikologis mendalam bagi siswa dan guru. Banyak siswa yang menangis histeris setelah mendengar dentuman, sementara beberapa lainnya mengalami syok berat.

 

Tim medis segera datang memberikan pertolongan pertama. Sejumlah siswa dilarikan ke rumah sakit terdekat karena luka bakar ringan dan terkena serpihan kaca.

 

Peristiwa ini menyisakan tanya besar di kalangan masyarakat: bagaimana bisa bahan peledak masuk ke lingkungan sekolah yang seharusnya aman?

 

Reaksi Publik: Kecaman dan Keprihatinan

Berita ledakan di SMAN 72 cepat menyebar di media sosial. Tagar #SMAN72Jakarta dan #StopBullying menjadi trending dalam hitungan jam.

 

Banyak warganet yang mengungkapkan keprihatinan terhadap kondisi mental pelajar saat ini dan menyoroti lemahnya deteksi dini terhadap kasus perundungan di sekolah.

 

“Ini bukan cuma soal bom, tapi soal anak yang merasa sendirian di tempat yang seharusnya jadi rumah kedua,” tulis seorang pengguna X (Twitter).

 

Psikolog pendidikan menilai insiden ini harus menjadi momentum bagi sekolah-sekolah lain untuk lebih serius dalam menangani kasus bullying.

 

“Tekanan sosial di sekolah bisa berdampak sangat serius. Jika tidak diintervensi, bisa muncul tindakan ekstrem seperti ini,” ujar Dewi Anindya, psikolog pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta.

Baca Lainnya :  Polisi Tak Serius Tangani Kasus, Ungkap Pemeras DWP Masih Tidak Ada Kejelasan

 

Polisi Dalami Motif dan Jaringan

Hingga Jumat sore, Tim Jibom dan Inafis masih berada di lokasi kejadian. Polisi memasang garis kuning di sekitar masjid dan mengamankan sisa bahan peledak yang belum meledak. Kepala Polres Metro Jakarta Utara mengatakan bahwa penyelidikan difokuskan pada dua hal: motif pribadi pelaku dan sumber bahan peledak.

 

“Kami sedang memastikan apakah pelaku merakit sendiri atau mendapatkan bahan dari pihak lain. Semua kemungkinan sedang kami dalami,” ujarnya.

 

Polisi juga memeriksa rekaman CCTV sekolah dan meminta keterangan dari sejumlah saksi mata.

 

Trauma Kolektif dan Tanggung Jawab Sosial

Ledakan di SMAN 72 membuka luka baru dalam dunia pendidikan Indonesia—tentang betapa seriusnya dampak perundungan terhadap mental anak muda. Dari ruang kelas hingga masjid sekolah, rasa aman kini terasa rapuh.

 

Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak: guru, orang tua, dan siswa, bahwa kekerasan verbal atau sosial bisa berujung pada tragedi nyata.

 

Kini, setelah debu ledakan mereda, yang tersisa adalah pertanyaan besar: apakah sistem pendidikan kita cukup peka untuk mencegah lahirnya tragedi serupa?

 

Dan di antara puing-puing masjid sekolah yang rusak, tersisa harapan bahwa dari peristiwa kelam ini, kesadaran kolektif akan tumbuh—bahwa setiap anak berhak merasa aman, didengar, dan diterima, sebelum terlambat. dilansir dari situs resmi radarkudus co.id

 

Leave a Comment

javanica post

Javanica Post adalah portal berita online yang dikelola oleh PT. Javanica Media Digital, salah satu anak perusahaan dari Javanica Group.

Edtior's Picks

Latest Articles

©2024 javanica post. All Right Reserved. Designed and Developed by PEH Digital Agency