Ketum IWPI Desak KPK Periksa Sri Mulyani dan Ex Jenderal Pajak Suryo Utomo
Pada 28 Oktober 2025, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan mantan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.
Ia menilai, penundaan pemeriksaan tersebut terlalu lama dan menimbulkan keprihatinan, mengingat laporan terkait dugaan penyimpangan dana proyek digitalisasi sistem perpajakan sudah diserahkan sejak Januari 2024.
Rinto menegaskan bahwa para wajib pajak adalah pemilik sah dana negara dan tidak akan diam saja melihat uang rakyat digunakan secara tidak transparan dan tidak profesional untuk proyek ambisius yang belum jelas pertanggungjawabannya. Ia menuntut adanya kejelasan dan akuntabilitas dari pihak terkait.
Proyek yang tengah menjadi sorotan adalah Cortex, sebuah inisiatif digitalisasi sistem perpajakan dengan nilai investasi mencapai Rp1,3 triliun.
Meskipun sudah lebih dari sepuluh bulan sejak peluncurannya pada 1 Januari 2025, sistem tersebut belum dapat berfungsi secara optimal.
Rinto menyatakan bahwa janji perbaikan belum juga terealisasi dan masyarakat berhak mengetahui kemana sebenarnya dana sebesar itu dialirkan dan digunakan. dilansir dari situs resmi info redaksi co.id
- Sri Mulyani
Sri Mulyani dimulai dari dunia akademis sebagai pengajar dan peneliti di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), di mana ia kemudian menjadi Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEUI).
Ia kemudian beralih ke pemerintahan sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan di berbagai kabinet. Secara internasional, ia pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, menjadikannya wanita Indonesia pertama pada posisi tersebut.
Sri Mulyani telah mengemban tugas sebagai Menteri Keuangan di bawah kepemimpinan tiga presiden Indonesia yang berbeda: Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto.
Jabatan pertama di pemerintahan adalah sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada tahun 2004-2005 dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Keuangan pada periode 2005-2010.
Sejak tahun 2008, ia juga diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Setelah masa jabatannya di Bank Dunia, ia kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2016-2024 di bawah Presiden Jokowi, dan kembali dipercaya sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Merah Putih sejak Oktober 2024, menandai jabatan keempatnya.
- Mantan Direktur Pajak Suryo Utomo
Suryo Utomo Adalah mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Ia menjabat posisi tersebut dari 1 November 2019 hingga 23 Mei 2025.
Jabatan Saat Ini Per Mei 2025, Suryo Utomo tidak lagi menjabat sebagai Dirjen Pajak. Posisinya digantikan oleh Bimo Wijayanto. Saat ini, Suryo Utomo menjabat sebagai Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan .
Selain itu, ia juga pernah ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) pada Maret 2025, yang merupakan bagian dari rangkap jabatan saat ia masih menjabat Dirjen Pajak
- Apa Itu Kasus Digitalisasi Pajak
Digitalisasi pajak di Indonesia mencakup berbagai inisiatif modernisasi administrasi perpajakan, yang menghadapi tantangan sekaligus memunculkan peluang baru, termasuk dalam penegakan hukum dan pencegahan kebocoran pendapatan
- Inisiatif Digitalisasi Pajak di Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pemerintah daerah secara bertahap telah mengimplementasikan beberapa sistem digital, antara lain:
- e-Registration: Sistem pendaftaran Wajib Pajak secara online.
- e-Filing/e-Form: Layanan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan secara elektronik.
- e-Billing: Sistem pembayaran pajak secara elektronik menggunakan kode billing yang dapat diakses melalui berbagai kanal (ATM, internet banking , dll.).
- Core Tax Administration System (CoreTax) : Proyek sistem administrasi inti perpajakan yang terintegrasi untuk memodernisasi seluruh proses bisnis DJP.
- Pajak Digital : Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk digitaldari perusahaan teknologi global seperti Netflix dan Google.
- Kasus dan Isu Terkait Digitalisasi Pajak
Penerapan digitalisasi pajak memunculkan berbagai kasus dan isu penting, baik yang positif maupun negatif:
- .Kasus Positif/Manfaat
- Peningkatan Penerimaan Daerah: Mendagri Tito Karnavian mendorong Pemda untuk mendigitalisasi sistem pajak daerah (misalnya pajak hotel, restoran, parkir) untuk menutup celah kebocoran dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sistem ini memungkinkan pembayaran langsung masuk ke rekening pemerintah daerah tanpa perantara, seperti yang dicontohkan oleh Pemkab Banyuwangi.
- Potensi Pajak Tambang Optimal: Mantan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merancang digitalisasi perhitungan pajak tambang untuk memastikan pendapatan daerah sesuai potensi sebenarnya, yang sebelumnya dihitung manual dan diperkirakan tidak optimal.
- Peningkatan Kepatuhan: Digitalisasi perpajakan terbukti memiliki pengaruh positif terhadap pemenuhan wajib pajak pelaku bisnis dan mengurangi beban administrasi.
- Kasus Negatif/Tantangan
- Modus Penipuan: Marak terjadi penipuan yang mengatasnamakan DJP, di mana pelaku memanfaatkan kebingungan masyarakat terkait sistem baru seperti CoreTax . Modusnya antara lain meminta sinkronisasi data melalui platform video komunikasi atau mengirimkan tagihan palsu yang meminta pembayaran ke rekening pribadi .
- Proyek CoreTax Bermasalah: Proyek CoreTax yang menelan anggaran besar menghadapi kritik terkait keterlambatan dan kegagalan fungsi maksimal, mengindikasikan adanya masalah tata kelola dan kualitas SDM yang terlibat, sehingga didesak untuk diaudit .
- Penegakan Hukum dan Kebocoran Manual: Sebelum digitalisasi penuh, banyak kebocoran pajak terjadi karena sistem pelaporan manual, seperti pada pajak parkir dan retribusi daerah, di mana operator atau pihak ketiga tidak menyetorkan seluruh dana yang dipungut ke kas negara.
- Kasus Korupsi Internal: Kasus suap dan korupsi yang melibatkan pejabat pajak, seperti Angin Prayitno , menunjukkan tantangan etika dan pengawasan internal yang perlu diatasi, bahkan di tengah upaya modernisasi sistem