Tentara Israel dilaporkan telah membakar Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara pada Senin 21 Oktober 2024. Pembakaran RS tersebut diungkapkan oleh Kementerian Kesehatan Gaza.
Kemenkes Gaza menyebut tentara Israel juga membakar gedung-gedung tempat ribuan orang berlindung. Dikutip dari The National, RS Indonesia yang berada di Kota Beit Lahia, sebelah utara kamp pengungsian Jabalia, menjadi ‘sasaran langsung’ Israel.Berita update ini dilansir dari situs resmi mediadelegasi.co.id
Dijelaskan juga bahwa generator pembangkit listrik RS Indonesia di bom sehingga listrik terputus. “Pasien meninggal setelah terputus dari perangkat oksigen,” kata Kemenkes Gaza.
Tentara Israel juga membatasi pergerakan siapa pun yang berada di rumah sakit. Akibat pergerakan terbatas ini, staf rumah sakit harus menguburkan jenazah di dalam kompleks rumah sakit, yang masih dalam pengepungan.
“Bahkan pilihan untuk memprioritaskan (mengobati) yang terluka tidak lagi tersedia, karena banyak dari yang terluka dibiarkan mati kehabisan darah kemarin karena banyaknya korban,” kata Kemenkes Gaza.
Setidaknya 200.000 orang telah terperangkap di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara selama 17 hari. Tidak ada bantuan yang diizinkan masuk. Pergerakan sangat dibatasi dan kondisinya memburuk setiap hari. Hanya tiga dari 10 rumah sakit di Gaza utara yang berfungsi sebagian.
PBB mengatakan telah meminta akses ke wilayah utara Jalur Gaza sejak Jumat dari otoritas Israel tetapi belum ada keterangan lebih lanjut.
Terlepas dari hal tersebut, secara keseluruhan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap ada sekitar seribu wanita dan anak-anak yang membutuhkan perawatan medis dan akan segera dievakuasi ke Eropa. Demikian konfirmasi Kepala Organisasi Kesehatan Dunia di Eropa dalam komentar yang dipublikasikan pada Senin 21 Oktober 2024.
Kepala WHO Eropa Hans Kluge menyebut evakuasi akan difasilitasi oleh WHO, badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta negara-negara Eropa yang terlibat.
Pada Kamis, penyelidik PBB mengungkap Israel dengan sengaja menargetkan fasilitas kesehatan di Gaza. Mereka berdalih penyiksaan terhadap tenaga medis di sana berdasarkan tuduhan Gaza melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Jumlah warga yang perlu ditolong jauh dari yang diperkirakan, sekitar 10 ribu orang sudah seharusnya dievakuasi dari Gaza untuk perawatan medis mendesak. Hal ini diungkap Rik Peppercorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina.
WHO Eropa telah memfasilitasi 600 evakuasi medis dari Gaza ke tujuh negara Eropa sejak perang terakhir dimulai di sana pada Oktober 2023.
“Ini tidak akan pernah terjadi jika kita tidak menjaga dialog (terbuka),” kata Kluge.
“Hal yang sama (berlaku) untuk Ukraina,” tambahnya. “Saya menjaga dialog (terbuka) dengan semua mitra.
“Sekarang, 15.000 pasien HIV-AIDS di Donbas, wilayah pendudukan (Ukraina), mendapatkan pengobatan HIV-AIDS,” kata pria Belgia berusia 55 tahun itu, menekankan pentingnya tidak mempolitisasi kesehatan.
Penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut Israel sengaja menargetkan fasilitas kesehatan Gaza dan membunuh tenaga medis selama perang di daerah kantong yang terkepung itu.
Sebuah pernyataan oleh mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navi Pillay yang dirilis pada Kamis lalu mengungkap laporan lengkap mereka.
“Israel melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan dengan serangan tanpa henti dan disengaja terhadap tenaga dan fasilitas medis.”
“Anak-anak khususnya telah menanggung beban serangan ini, menderita baik secara langsung maupun tidak langsung akibat runtuhnya sistem kesehatan,” kata Pillay, yang laporannya akan disampaikan kepada Majelis Umum PBB pada 30 Oktober.
Pemerintah Israel secara rutin mengatakan serangannya terhadap rumah sakit dan sekolah di Gaza ditujukan untuk menargetkan anggota Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya. Padahal, Hamas jelas membantah telah menggunakan lokasi tersebut sebagai pusat komando.
Pernyataan penyelidikan PBB juga menilai pasukan Israel sengaja membunuh dan menyiksa tenaga medis, menargetkan kendaraan medis, dan melarang pasien meninggalkan Gaza.
Anak-anak menghadapi ‘beban’ serangan, Pillay meminta Israel untuk segera menghentikan penghancuran fasilitas perawatan kesehatan di Gaza.
“Anak-anak khususnya menanggung beban serangan ini, menderita baik secara langsung maupun tidak langsung akibat runtuhnya sistem kesehatan,” tambah Pillay.
Laporan tersebut mengutip kematian seorang gadis Palestina berusia enam tahun, Hind Rajab, yang meninggal bersama sepupu, bibi, dan pamannya, setelah memohon bantuan selama berjam-jam.
Kematian Rajab sebagai salah satu kasus paling mengerikan dari serangan Israel terhadap sistem perawatan kesehatan.
Di dalam kamp militer dan pusat penahanan Israel, laporan tersebut menemukan ribuan warga Palestina menjadi sasaran kekerasan yang meluas dan sistemik, kekerasan fisik dan psikologis, serta kekerasan seksual dan berbasis gender. Tahanan laki-laki bahkan menjadi korban pemerkosaan dan serangan pada organ seksual mereka.