Harga minyak melejit dan mencatatkan kenaikan mingguan pada Jumat (3/1/2025). Hal itu seiring pengaruh cuaca dingin di Eropa dan Amerika Serikat (AS), serta dukungan kebijakan stimulus ekonomi dari China.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik 69 sen (0,9%) ke US$ 76,62 per barel pada pukul 17:49 GMT. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah US$ 1,11 (1,5%) menjadi US$ 74,24 per barel.
Secara mingguan, Brent diproyeksikan mencatatkan kenaikan sebesar 3,3%, sedangkan WTI diperkirakan melonjak hingga 5%.
Pengumuman kebijakan stimulus ekonomi dari China, importir minyak terbesar dunia, meningkatkan ekspektasi pasar terhadap pertumbuhan permintaan. Langkah-langkah ini mencakup kenaikan upah bagi pegawai pemerintah dan peningkatan signifikan pendanaan melalui obligasi ultra-jangka panjang.
Dana tambahan ini ditujukan untuk mendorong investasi bisnis dan inisiatif peningkatan konsumsi masyarakat.
“China terus memberikan sinyal untuk menggerakkan aktivitas ekonomi, dan pasar merespons positif terhadap pengumuman ini,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital, New York.
Kilduff juga menambahkan, kekhawatiran terhadap permintaan minyak dari China menjadi salah satu faktor yang menekan pasar tahun lalu, namun langkah-langkah baru ini telah mengubah sentimen pasar.
Cuaca Dingin
Sementara itu, perkiraan cuaca dingin di Eropa dan AS turut menjadi faktor pendorong permintaan minyak, khususnya untuk minyak pemanas. “Permintaan minyak kemungkinan mendapatkan dukungan dari suhu dingin yang melanda Eropa dan Amerika Serikat,” kata Giovanni Staunovo, analis dari UBS.
Selain itu, data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan, persediaan minyak mentah AS turun sebesar 1,2 juta barel menjadi 415,6 juta barel dalam seminggu terakhir. Namun, stok bensin dan distilat justru meningkat karena kilang mempercepat produksi, meski permintaan bahan bakar mencapai titik terendah dalam dua tahun terakhir.
Namun, penguatan dolar AS menjadi hambatan bagi kenaikan harga minyak. Dolar berada di jalur untuk mencatatkan pekan terbaiknya dalam dua bulan terakhir, meskipun mengalami pelemahan tipis pada Jumat. Ekspektasi bahwa ekonomi AS akan tetap unggul dibandingkan negara lain tahun ini, serta tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi, mendukung penguatan dolar.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya pinjaman, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak. dilansir dari situs resmi investor co.id