Hacker legendaris Bjorka kembali membuat kegaduhan. Aksi terbarunya yakni membocorkan data pribadi 341 ribu anggota Polri di media sosial X. Tindakan ini diklaim sebagai bentuk ‘balasan’ atas penangkapan sosok yang dianggap Bjorka palsu (faker) oleh pihak kepolisian.
Informasi mengenai kebocoran data ini pertama kali diungkap oleh pakar keamanan siber, Teguh Aprianto, melalui akun X pribadinya @secgron, Minggu (5/10/2025).
Teguh menjelaskan, data yang dirilis Bjorka memuat informasi detail personel, mulai dari nama lengkap, pangkat, satuan tugas, nomor ponsel, hingga alamat email anggota kepolisian.
“Polisi mengklaim menangkap Bjorka. Padahal yang ditangkap itu cuma faker alias peniru. Bjorka kemudian merespons dengan membocorkan 341 ribu data pribadi anggota Polri,” tulis Teguh di platform X, menyoroti penangkapan sebelumnya.
Data Lama, Peringatan Keras untuk Keamanan Siber Negara
Meski diunggah secara gratis dan dapat diakses publik, hasil penelusuran menemukan bahwa data tersebut ternyata bukan data baru. Data yang tersebar adalah periode tahun 2016-2017.
Implikasinya, sebagian besar personel yang tercantum mungkin sudah tidak aktif atau bahkan telah memasuki masa pensiun.
Sebelum aksi ‘balasan’ ini, Polda Metro Jaya memang telah menangkap seorang pria berinisial WFT di Minahasa, Sulawesi Utara. WFT diyakini sebagai pemilik akun X bernama @bjorkanesiaaa dan telah menggunakan identitas Bjorka sejak 2020. Ia bahkan sempat mencoba memeras sebuah bank dengan mengatasnamakan hacker tersebut.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, mengakui bahwa pihaknya masih mendalami peran WFT.
“WFT sudah lama beraktivitas di media sosial dengan mengaku sebagai Bjorka sejak 2020,” jelas Yunus.
Namun, Polisi belum dapat memastikan kaitan WFT dengan aksi-aksi besar Bjorka sebelumnya yang sempat menghebohkan publik sejak 2022, termasuk kebocoran 1,3 miliar data SIM card, data pengguna IndiHome, data pemilih KPU, hingga dokumen transaksi pemerintah.
Aksi terbaru Bjorka ini kembali menjadi sorotan tajam, terutama soal lemahnya tata kelola data di institusi negara. Meski data yang bocor bukan data segar, pakar menilai peristiwa ini adalah peringatan keras bagi pemerintah untuk segera memperkuat keamanan siber dan mekanisme mitigasi insiden.
“Ini momentum untuk audit total keamanan data di lembaga negara. Kalau tidak, kasus seperti ini akan terus berulang,” tegas Teguh Aprianto.dilansir dari situs resmi inilahco.id