Gunung Lewotobi Laki-Laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), meletus pada Senin (04/11) dini hari. Sedikitnya 10 orang tewas, puluhan lainnya luka-luka, serta sejumlah bangunan terbakar akibat ‘hujan material’ dari letusan.
Agustina Oa Kwuta, warga Desa Hokeng Jaya—salah satu desa paling terdampak—mengungkapkan kepala cucunya luka karena tertimpa atap seng yang jatuh akibat hujan material letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki.
“Seng jatuh, langsung tikam kepala,” ujar Agustina kepada wartawan Arnold Welianto yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (04/11). Dilansir dari bbc.co id
Kepala bagian depan Siprianus yang berusia lima tahun tampak diperban sementara darah yang mengering menghiasi bajunya.
Ketika letusan terjadi, Agustina bilang keluarganya berupaya berlindung dengan masuk ke dalam lemari. Akan tetapi cucu laki-lakinya itu enggan karena ketakutan.
“Kakak lain sudah di dalam lemari, tapi karena dia takut dia tidak masuk. Itu langsung seng hantam di depan kepala,” ungkap Agustina.
Ketika ditemui, Agustina dan keluarganya sedang dalam perjalanan mengungsi ke Desa Bokang demi berlindung dari dampak letusan.
“Masih panik. Mencari jalan keluar ke mana, kita tidak tahu lagi,” tuturnya.
Sementara itu, pengajar di Seminari San Dominggo yang berlokasi di Hokeng Jaya, Pastor Yosef Dominikus bercerita bahwa sebelum Gunung Lewotobi Laki-Laki meletus, hujan dan petir melanda pada Minggu (03/11) malam.
Ketika mulai terdengar suara gemuruh dari arah gunung, dia meminta para siswa seminari—sebanyak 232 orang—untuk keluar dari asrama dan mengungsi di kapela.
“Sekitar jam 12.00 malam terjadi letusan yang sangat besar. Kemungkinan juga ada gempa bumi, lalu hujan pasir, hingga batu-batu berapi turun begitu banyak,” tutur Pastor Josef.
Dia mengungkapkan atap seng di sejumlah bangunan bocor karena “batu-batu api”.
“Pintu dan jendela yang kami kunci terbuka sendiri karena getaran begitu hebat. Kaca-kaca pecah,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa lima orang di seminari mengalami luka ringan akibat peristiwa itu.
Kini, para siswa seminari telah dievakuasi ke lokasi yang lebih aman, sementara Pastor Yosef memilih untuk bertahan di seminari kendati mungkin ada potensi letusan susulan.
“Sebagai manusia ada kekhawatiran, tapi percaya saja bahwa akan baik-baik saja. Kita berikan ketenangan untuk anak-anak supaya mereka tidak panik.”
Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin (04/11) pukul 10.20 WIB, jumlah korban jiwa akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki bertambah menjadi 10 orang.
“Per hari ini pukul 10.20 WIB kami mengonfirmasi sudah ada 10 korban jiwa,” ujar humas BNPB, Abdul Muhari, dalam keterangan pers pada Senin (04/11).
Penjabat Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto, mengatakan 10 korban jiwa terdiri dari empat pria dan enam perempuan.
Hingga Senin (04/11) petang dilaporkan seluruh korban telah teridentifikasi oleh tim yang melakukan penanggulangan di lokasi kejadian.
Status tanggap darurat selama 58 hari terhitung sejak 4 November sampai 31 Desember 2024 telah ditetapkan pemerintah daerah.
Akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, empat bandara di Pulau Flores sementara berhenti operasi.
Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki berdampak pada kerusakan rumah penduduk di radius area 7 km dari puncak gunung. Selain itu, hujan abu juga turun pada radius tersebut, menurut data BNPB.
BPBD setempat mewaspadai potensi banjir lahar pada aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Lewotobi Laki-Laki jika hujan dengan intensitas tinggi terjadi, terutama di wilayah Dulipali, Padang Pasir dan Nobo.
‘Apa adanya di badan, itu saja yang kami bawa’
Maria Ana Puka, warga Desa Nawakote, menjelaskan bahwa ketika sedang tertidur lelap dirinya dibanungkan oleh suara letusan dan suara gemuruh Gunung Lewotobi Laki-Laki.
“Saya lihat ke arah jendela, jendela rumah itu macam terangkat. Sesudah letusan itu langsung [ada suara] gemuruh-gemuruh,” ujar Maria.
“Setelah mungkin satu menit, langsung hujan lebat,” lanjutnya.
Bersamaan dengan hujan lebat yang turun, listrik tiba-tiba padam, kata Maria.
“Pas hujan reda itu kami sudah, sudah baku panggil, baku ajak [mengungsi]. Teriak di dalam kampung. Teriak, kami lari sudah,” ujarnya.
Semula warga berniat melarikan diri ke Boru, namun di sana telah penuh dengan warga dari Klatanlo dan Hokeng Jaya yang juga mengungsi.
“Terus karena panik, jadi apa adanya di badan, itu saja yang kami angkat bawa.”
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Flores Timur melaporkan enam korban jiwa sudah terverifikasi. Mereka berasal dari Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang.
Kepala BPBD Kabupaten Flores Timur, Redynandus Misenti Moat Aeng, mengatakan korban meninggal karena “lava pijar panas dan reruntuhan batu”.
Disebutkan lontaran batu api mencapai enam kilometer dari puncak Gunung Lewotobi
Kepala Desa Klatanlo di Kabupaten Flores Timur, NTT, Petrus Muda mengatakan “gunung meletus sekitar pukul 00.30 WITA”.
“Ada satu keluarga sekitar enam orang yang tertimpa bangunan,” kata Petrus Muda kepada kantor berita Antara, Senin (04/11) pagi.
Dia mengaku belum ada proses evakuasi lantaran “semua warga melarikan diri meninggalkan kampung mereka”.
“Petugas baru tiba di lokasi kejadian untuk proses evakuasi,” ungkapnya, seraya menutup telepon karena harus membantu tim penyelamat yang baru tiba di lokasi.
Di Desa Klatanlo, tampak sejumlah bangunan luluh lantak akibat hujan material letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki.
Abu menutupi hampir tiap bangunan dan jalan, sementara sejumlah pepohonan tumbang.
Warga berbondong-bondong mengungsi ke wilayah lain menggunakan truk dengan berbekal baju yang menempel di tubuh mereka.
Desa paling terdampak
Aktivitas vulkanik gunung api berketinggian 1.584 mdpl yang terjadi pada Minggu (03/11) berdampak pada sejumlah desa di tiga kecamatan.
Terdapat enam desa terdampak di Kecamatan Wulanggitang, yaitu Desa Pululera, Nawokote, Hokeng Jaya, Klatanlo, Boru dan Boru Kedang.
Pada Kecamatan Ile Bura, sebanyak empat desa terdampak, yaitu di Desa Dulipali, Nobo, Nurabelen dan Riang Rita, sedangkan di Kecamatan Titehena berpengaruh pada empat desa, yaitu Desa Kong.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Flores Timur, Redynandus Misenti Moat Aeng, mengatakan wilayah yang paling terdampak letusan adalah Desa Dulipali, Desa Klatanlo dan Desa Hokeng Jaya.
“Saat ini masyarakat di tiga desa sudah evakuasi di tiga titik, pengungsian, di Desa Konga, Desa Bokang, dan Leolaga di Kecamatan Titiela,” ujar Redynandus kepada wartawan Eliazar Robert yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (04/11).
Merujuk data BPBD Flores Timur pada Senin (04/11) pukul 17.00 WIB, terdapat 1.403 pengungsi, terdiri dari 616 orang di titik pengungsian Desa Bokang dan 787 orang di Desa Konga.
Redynandus menambahkan hampir semua fasilitas umum “rusak karena erupsi” letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki.
“Puskesmas sekolah, kantor camat, hampir semuanya [rusak].”
Sementara itu, Kabaops Polres Flores Timur, AKP Ridwan, mengatakan bahwa pihak berwenang kesulitan melakukan evakuasi lantaran tertutup debu tebal.
“Saat ini rumah-rumah itu sulit kita masuk karena ditutup oleh debu-debu yang begitu tebal, jalan-jalan juga. Jalan-jalan juga yang masih susah kita lalui,” ujar Ridwan kepada wartawan Eliazar Robert.
Dia memprediksi jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah.
“Kemungkinan [korban] bisa jadi tambah karena masih ada satu Desa Ilepati yang belum kita sisir seluruhnya.”