Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset milik sebuah yayasan kesehatan di Cirebon senilai Rp10 miliar. Aset tersebut diduga terafiliasi melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Satori (ST).
Aset-aset itu, diduga berasal dari duit korupsi, berupa penerimaan gratifikasi oleh Satori, melalui penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) atau Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
“Penyitaan dilakukan di Cirebon dari tersangka ST,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (5/11/2025).
Penyelidikan tersebut dilakukan penyidik pada Selasa (4/11/2025). Dalam kegiatan itu, penyidik menyita dua bidang tanah dan bangunan, dua mobil ambulans, dua unit mobil jenis Toyota ELP dan Toyota Kijang, satu unit motor, serta 18 roda kursi.
“Penyitaan dilakukan karena diduga aset-aset tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana ini. Di mana total nilai aset-aset tersebut sekitar Rp10 miliar,” ucap Budi.
Aset-aset tersebut berstatus sita simpan dan akan dirampas untuk negara setelah eksekusi pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sebagai bagian dari upaya pemulihan aset negara hasil tindak pidana korupsi.
“Penyitaan aset-aset ini sebagai langkah investigasi progresif untuk mendukung pembuktian kasus sekaligus langkah awal yang positif dalam aset recovery yang optimal,” ujar Budi.
Pada Kamis (7/8/2025), KPK telah menetapkan dua anggota DPR RI periode 2019-2024 sebagai tersangka, yakni Heri Gunawan (HG) dari Fraksi Gerindra, dan Satori dari Fraksi NasDem. Keduanya belum ditahan karena penyidik masih melakukan pendalaman serta pengumpulan bukti tambahan.
Konstruksi Perkara
Dalam konstruksi perkara dijelaskan, Komisi XI DPR RI yang memiliki kewenangan terhadap Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas pendapatan serta pengeluaran lembaga kedua tersebut. Panja tersebut diisi antara lain oleh Heri Gunawan dan Satori.
Setiap bulan November, Panja DPR mengadakan rapat kerja dengan pimpinan BI dan OJK, yang dilanjutkan dengan rapat tertutup.
Dalam forum itu disepakati BI dan OJK memberikan alokasi dana program sosial kepada setiap anggota Komisi XI DPR. Di mana, BI menganggarkan 10 kegiatan per tahun, sedangkan OJK sebanyak 18 hingga 24 kegiatan per tahun. Dana tersebut disalurkan melalui yayasan yang dikelola anggota DPR, dengan pelaksanaan teknis yang didiskusikan bersama tenaga ahli DPR, BI, dan OJK.
Heri Gunawan, diduga menerima dana Rp15,86 miliar, terdiri atas Rp6,26 miliar dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja lainnya.
Dana itu dialirkan ke rekening pribadi maupun rekening penampung milik stafnya, kemudian digunakan untuk membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah, bangunan, dan kendaraan roda empat.
Sementara Satori diperkirakan menerima dana sebesar Rp12,52 miliar, terdiri atas Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja lainnya.
Dana tersebut digunakan untuk deposito, tanah pembelian, pembangunan showroom mobil, kendaraan roda dua, serta aset lainnya.
Bahkan, Satori diduga merekayasa transaksi perbankan melalui salah satu bank daerah guna menyamarkan penempatan dan pencairan deposito agar tidak terdeteksi dalam rekening koran.
Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan lewat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. dilansir dari situs resmi inilah co.id