Breaking News

Breaking News

Timnas Indonesia akan menghadapi ujian berat pada babak keempat kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Meski performa di lapangan semakin menjanjikan, skuad Garuda kini dihadapkan pada berbagai faktor nonteknis yang berpotensi mengganggu fokus dan peluang mereka untuk lolos ke ajang paling bergengsi di dunia tersebut.

Babak keempat ini menjadi fase paling menantang dalam perjalanan panjang Timnas Indonesia menuju Piala Dunia 2026. Di bawah asuhan Patrick Kluivert, Indonesia tergabung dalam grup B bersama dua raksasa Asia, Irak dan Arab Saudi.

Uniknya, format kompetisi kali ini berbeda karena seluruh laga akan digelar terpusat di satu negara—bukan sistem kandang-tandang seperti sebelumnya. Keputusan ini membawa sejumlah konsekuensi besar bagi skuad Garuda.

AFC telah menunjuk Arab Saudi sebagai tuan rumah sejak Juni 2025, dan keputusan tersebut dinilai memberikan keuntungan besar bagi mereka sekaligus kerugian bagi Indonesia. Berikut lima faktor nonteknis yang bisa menjadi batu sandungan bagi perjalanan Garuda di Oktober 2025 mendatang.

Faktor Nonteknis yang Rugikan Timnas Indonesia

1. Arab Saudi diuntungkan

Bermain di Jeddah membuat Timnas Indonesia kehilangan hak menjamu lawan di depan ribuan pendukung sendiri.

Sebaliknya, Arab Saudi diuntungkan dengan dukungan penuh dari publik tuan rumah, pemahaman medan pertandingan, serta kondisi cuaca panas khas Timur Tengah.

Dengan sistem sentralisasi ini, Qatar (grup A) dan Arab Saudi (grup B) otomatis meraih keuntungan signifikan. Semua pertandingan grup B akan digelar di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah.

Bagi Indonesia, situasi ini menimbulkan tantangan besar. Selain harus beradaptasi dengan suhu dan kelembapan tinggi, pemain juga menghadapi tekanan psikologis dari atmosfer stadion yang dipenuhi mayoritas suporter tuan rumah.

Energi dan semangat yang biasanya muncul di Gelora Bung Karno kini tidak bisa dirasakan secara langsung.

2. Jadwal padat yang buat Garuda kewalahan

Jadwal pertandingan di babak keempat juga tidak berpihak pada Timnas Indonesia. Skuad Garuda akan bermain lebih awal dibandingkan dua rival grup B, yakni Irak dan Arab Saudi.

Akibatnya, waktu istirahat yang dimiliki Thom Haye dan kawan-kawan menjadi lebih singkat.

Indonesia dijadwalkan bertanding pada 9 Oktober dan 12 Oktober 2025. Di sisi lain, Irak baru bermain pada 12 dan 15 Oktober, sementara Arab Saudi memiliki keuntungan waktu istirahat lebih panjang karena hanya bertanding pada 9 dan 15 Oktober.

Meski PSSI sempat meminta perubahan jam pertandingan agar tim punya waktu persiapan lebih lama—dari pukul 18.00 ke 20.15 untuk laga kontra Arab Saudi dan dari 18.30 ke 22.30 melawan Irak—ritme pertandingan yang rapat tetap menjadi masalah besar yang menguras fisik dan fokus para pemain.

3. Dukungan terbatas

Meski komunitas diaspora Indonesia di Arab Saudi cukup besar, kuota tiket untuk pendukung Garuda ternyata sangat terbatas.

Dari total kapasitas 62.000 kursi di Stadion King Abdullah Sports City, hanya sekitar delapan persen atau sekitar 5.000 tiket yang dialokasikan untuk suporter Indonesia.

Kondisi ini sangat berbeda dengan Arab Saudi yang bisa mengisi hampir seluruh stadion dengan pendukung mereka sendiri. Padahal, dukungan suporter selalu menjadi salah satu kekuatan terbesar Timnas Indonesia di setiap pertandingan.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir pun menyoroti pembatasan ini. Menurutnya, banyak warga Indonesia di Timur Tengah yang ingin memberi dukungan langsung, namun terhalang kuota terbatas. Atmosfer stadion yang didominasi suporter lawan tentu bisa menekan mental pemain Garuda.

4. Wasit kontroversial

Pertandingan antara Arab Saudi vs Timnas Indonesia akan dipimpin oleh Ahmed Al Ali, wasit asal Kuwait yang dikenal kontroversial.

PSSI bahkan sempat mengirim surat resmi ke AFC untuk meminta pergantian wasit, mengingat Al Ali berasal dari kawasan yang sama dengan Arab Saudi dan dikhawatirkan tidak netral.

Sayangnya, permintaan tersebut tidak mendapat tanggapan dari AFC. Situasi ini mengingatkan publik pada pengalaman pahit di masa lalu, ketika wasit Ahmed Al Kaf asal Oman membuat keputusan yang merugikan Indonesia dalam laga kontra Bahrain.

Kala itu, tambahan waktu berlebihan membuat kemenangan Indonesia yang sudah di depan mata buyar.

Kekhawatiran serupa muncul kali ini. Jika keputusan-keputusan krusial kembali merugikan Garuda, peluang untuk meraih poin tentu bisa semakin menipis. Karena itu, pengawasan ketat terhadap kinerja wasit menjadi penting untuk menjaga fair play.

5. Masalah pengawalan

Selain faktor wasit, Timnas Indonesia juga sempat mengalami kendala nonteknis saat bertanding di Arab Saudi pada fase ketiga sebelumnya. Menurut Erick Thohir, tim Garuda pernah terlambat memasuki lapangan karena masalah pengawalan yang kurang optimal.

Untuk menghindari hal serupa, PSSI kini mengirim tim advance ke Arab Saudi lebih awal.

Mereka bertugas melakukan survei dan menentukan hotel sendiri, agar para pemain bisa fokus sepenuhnya tanpa gangguan logistik. Langkah ini diharapkan mampu memperkecil risiko gangguan eksternal selama persiapan dan pertandingan.

Perjalanan Timnas Indonesia menuju Piala Dunia 2026 bukan hanya ditentukan oleh kemampuan di lapangan, tetapi juga oleh ketahanan menghadapi berbagai faktor nonteknis yang bisa mempengaruhi performa. Dukungan penuh dari masyarakat Indonesia, profesionalisme tim, dan strategi matang dari PSSI akan menjadi kunci menghadapi tantangan ini. dilansir dari situs resmi beritasatu co.id

Leave a Comment

javanica post

Javanica Post adalah portal berita online yang dikelola oleh PT. Javanica Media Digital, salah satu anak perusahaan dari Javanica Group.

Edtior's Picks

Latest Articles

©2024 javanica post. All Right Reserved. Designed and Developed by PEH Digital Agency