Fakta mengejutkan terungkap pasca ledakan maut amunisi kedaluwarsa di Kampung Cimerak, Desa Sagara, Garut. Sejumlah warga setempat mengaku telah dilibatkan sebagai buruh harian untuk membongkar amunisi usang yang seharusnya ditangani oleh pihak berwenang.
Salah satu kerabat korban, Agus Setiawan, menyebut bahwa warga menerima upah sekitar Rp150.000 per hari untuk membuka selongsong amunisi.
“Kami jadi buruh, Pak. Buruh buka selongsong, per hari dibayar Rp150.000,” ungkap Agus di rumah duka, Rabu (14/5/2025).
Agus menjelaskan, pekerjaan tersebut bisa berlangsung belasan hari, tergantung banyaknya amunisi yang datang. Selain upah harian, warga juga mengambil logam rongsokan sisa pembongkaran untuk dijual ke pengepul. “Kadang Rp50.000, kadang Rp100.000. Ada iya (pengepulnya),” tambahnya.
Aktivitas ini rupanya diatur oleh tokoh masyarakat setempat. Menurut Agus, para “sesepuh” bisa mendapatkan bayaran lebih besar, hingga Rp200.000 per hari.Insiden ledakan yang terjadi pada Senin (12/5/2025) diduga kuat berkaitan dengan aktivitas pembongkaran amunisi tersebut.
Tiga korban tewas dan sejumlah lainnya luka-luka akibat ledakan yang menggemparkan warga sekitar.
Pihak TNI dan kepolisian kini tengah menyelidiki asal-usul amunisi dan prosedur pembuangan atau pembongkaran yang melibatkan warga sipil. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak militer guna mengusut dugaan pelanggaran prosedur pengelolaan limbah militer di wilayah permukiman.
Insiden ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap amunisi kedaluwarsa, serta pelibatan warga sipil dalam aktivitas berisiko tinggi tanpa pelindung dan pelatihan memadai.
Pemerintah daerah diminta bertindak cepat untuk meninjau ulang standar keamanan dalam pengelolaan limbah bahan peledak, termasuk mencegah praktik serupa di wilayah lain.*
Pihak TNI dan kepolisian kini tengah menyelidiki asal-usul amunisi dan prosedur pembuangan atau pembongkaran yang melibatkan warga sipil. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak militer guna mengusut dugaan pelanggaran prosedur pengelolaan limbah militer di wilayah permukiman.
Insiden ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap amunisi kedaluwarsa, serta pelibatan warga sipil dalam aktivitas berisiko tinggi tanpa pelindung dan pelatihan memadai.
Pemerintah daerah diminta bertindak cepat untuk meninjau ulang standar keamanan dalam pengelolaan limbah bahan peledak, termasuk mencegah praktik serupa di wilayah lain. dilansir dari situs resmi bitoneline co.id.