Jaksa penuntut umum mendakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, memperkaya 13 perusahaan dalam negeri dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.
Salah satu perusahaan itu adalah PT Adaro Indonesia milik Boy Thohir, yang diduga diperkaya Rp 168.511.640.506 (Rp 168,511 miliar).
Ketigabelas perusahaan itu diperkaya dalam kegiatan penjualan solar nonsubsidi yang dinilai melawan hukum. Riva Siahaan selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga (PPN) menjual harga solar nonsubsidi di bawah harga pokok penjualan (HPP) sehingga membuat kerugian PT PPN.
“Terdakwa Riva Siahaan tidak menyusun dan menetapkan pedoman yang mengatur mengenai proses negosiasi harga sebagaimana Surat Keputusan Direktur Utama No. Kpts-034/PNA000000/2022-S0 tanggal 10 Oktober 2022,” kata jaksa membacakan dakwaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 9 Oktober 2025.
Adapun perusahaan yang diperkaya akibat penjualan solar nonsubsidi tersebut, antara lain PT Berau Coal, PT Buma, PT Merah Putih Petroleum, PT Adaro Indonesia, PT Pama Persada Nusantara, PT Ganda Alam Makmur, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, PT Aneka Tambang, PT Maritim Barito Perkasa, PT Vale Indonesia Tbk, PT Nusa Halmahera Minerals, PT Indo Tambangraya Megah, dan PT Purinusa Ekapersada.
“Dalam hal penjualan solar nonsubsidi telah memperkaya korporasi dengan jumlah keseluruhan Rp 2.544.277.386.935,” kata jaksa.
PT Adaro Indonesia diketahui milik pengusaha Boy Thohir, yang juga kakak Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir.
Pada 4 Agustus lalu, Direktur Adaro Indonesia berinisal HG dipanggil Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) 2018-2023.
Corporate Secretary Adaro Andalan Ray Aryaputra mengatakan perusahaannya bukan satu-satunya yang dipanggil menjadi saksi dalam kasus ini.
“Terdapat perusahaan-perusahaan pembeli bahan bakar minyak solar lainnya yang juga turut dipanggil untuk memberikan kesaksian,” katanya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 12 Agustus 2025.
Ray mengatakan, HG memberikan penjelasan kepada penyidik Kejaksaan Agung tentang pembelian bahan bakar minyak untuk kegiatan operasional grup melalui proses tender yang juga diikuti oleh Pertamina dan pemasok bahan bakar lain sejak 2015.
Selain itu, HG disebut menjelaskan harga pembelian bahan bakar minyak yang dilakukan berpatokan pada Mean of Platts Singapore (MOPS) ditambah margin.
“Bapak HG hadir dan memberikan keterangan yang diminta oleh pihak Kejaksaan Agung Republik Indonesia walaupun beliau tidak memahami korelasi antara kegiatan PT Adaro Indonesia dengan penyidikan perkara,” ujarnya.
Ray mengatakan Adaro Andalan dan grup mendukung proses penyidikan kasus ini. Di sisi lain, perseroan juga mengikuti perkembangannya.
“Sampai dengan tanggal penjelasan ini, tidak ada fakta/informasi material/kejadian penting yang dapat berpengaruh signifikan terhadap kinerja operasional perseroan,” katanya.
Kejaksaan Agung memeriksa Direktur PT Adaro Indonesia dalam kasus korupsi korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina pada Senin, 4 Agustus 2025. “HG selaku Direktur PT Adaro Indonesia.
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Anang Supriatna dalam keterangan resminya.
Tempo telah berupaya mengkonfirmasi kembali tentang disebutkannya nama PT Adaro Indonesia dalam dakwaan jaksa kepada Corporate Secretary Adaro Andalan Indonesia Ray Aryaputra melalui pesan WhatsApp dan telepon pada Jumat petang, namun belum direspons.
Sementara Corporate Communications Adaro Andalan Indonesia Yuyun Choiriah menyatakan akan menyampaikan pertanyaan tersebut ke bagian internal perusahaan.
“Terima kasih atas pertanyaannya. Saya sampaikan ke internal ya untuk pertanyaannya,” kata Yuyun lewat pesan WA, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Akibat perbuatannya, terjadi kerugian keuangan negara dalam pengadaan impor BBM sebesar US$ 5,74 juta dan Rp 2,54 triliun dalam penjualan solar nonsubsidi selama 2021-2023.
Dalam kasus ini, total kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar Rp 285,18 triliun. Di antaranya US$ 2,73 miliar dan Rp 25,43 triliun atas tata kelola minyak mentah serta produk kilang pada PT Pertamina (Persero). Selain itu, ada kerugian senilai Rp 171,99 triliun yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar US$ 2,61 miliar.
Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 orang sebagai tersangka kasus korupsi minyak Pertamina. Empat di antaranya telah disidangkan, yakni Riva Siahaan, Maya Kusmaya selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, dan Sani Dinar Saifuddin selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Para terdakwa korupsi Pertamina itu didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.dilansir dari situs resmi tempo co.id