Raihan, seorang tenaga ahli di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menerima komisi sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto, salah satu terdakwa.
Hal tersebut terungkap dalam sidang kasus pengamanan situs judi online yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, (18/6).
Komisi ini diberikan sebagai imbalan atas pembuatan aplikasi yang berfungsi untuk melacak situs judi online.
Raihan bersaksi untuk mendukung terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Dalam kesaksiannya, Raihan menjelaskan bahwa ia mengenal Adhi Kismanto sekitar tahun 2021 atau 2022, ketika mereka bekerja sama dalam proyek pembuatan alat monitoring IT.
“Saya kenal waktu itu tahun 2021 atau 2022, saya pernah bekerja sama dengan beliau. Dia memberikan saya pekerjaan untuk membuat semacam alat monitoring IT,” ungkap Raihan.
Jaksa kemudian mendalami lebih lanjut mengenai aplikasi yang dimaksud.
Raihan menjelaskan bahwa aplikasi tersebut, yang dinamakan Klandestin, dirancang untuk melacak situs-situs judi online yang beredar.
Ia menyebutkan bahwa Adhi Kismanto pernah bercerita tentang kebutuhan Kominfo akan alat untuk meng-crawling situs judi online yang perlu ditindaklanjuti.
Kerja sama antara Raihan dan Adhi Kismanto berlangsung sekitar tahun 2023, di mana Raihan berperan sebagai developer aplikasi tersebut.
Jaksa kemudian menanyakan mengenai keuntungan yang diperoleh Raihan dari proyek ini.
“Sebuah proyek itu pastinya berharap ada return atau pemasukan. Nah, setelah aplikasi Klandestin ini selesai, adakah Adhi Kismanto memberikan semacam fee atau upah kepada saudara?” tanya jaksa.
“Saya pernah diberikan pembayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto,” jawab Raihan.
Jaksa melanjutkan dengan menggali informasi lebih lanjut mengenai asal-usul uang yang dibayarkan. “Tahu tidak duitnya dari mana?” tanya jaksa.
“Saya kurang tahu pasti, tapi yang saya duga adalah itu hasil pembayaran dari Kominfo,” jelas Raihan.
Jaksa kemudian menanyakan apakah Raihan pernah melihat Surat Perintah Kerja (SPK) atau dokumen lain yang berkaitan dengan pengadaan tersebut. “Saya belum pernah,” jawab Raihan.
Ia juga mengungkapkan bahwa uang komisi tersebut diterimanya setelah aplikasi selesai, sekitar pertengahan tahun 2024, dan pembayaran dilakukan secara tunai oleh Adhi Kismanto.
“Sampai Agustus baru cair Rp 200 juta?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Raihan.
“Cash?” tanya jaksa lagi.
“Waktu itu saya diberikan cash,” ujar Raihan.
“Rupiah atau Dolar?” cecar jaksa.
“Rupiah,” ungkap Raihan.
“Di mana penyerahannya?” tanya jaksa.
“Waktu itu saya diserahkan di rumahnya,” kata Raihan.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik, mengingat keterlibatan seorang tenaga ahli KPK dalam transaksi yang mencurigakan.
Sidang akan dilanjutkan untuk menggali lebih dalam mengenai kasus ini dan implikasinya terhadap integritas lembaga. dilansir dari situs resmi radarkudus co.id.