Mahkamah Konstitusi (MK) menguatkan pemakzulan dan memutuskan memecat Yoon Suk Yeol sebagai presiden Korea Selatan, Jumat (4/4/2025). Yoon terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap norma-norma demokrasi dan supremasi hukum.
Korea Selatan (Korsel) harus mengadakan pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari setelah putusan pemecatan Yoon oleh MK. Pilpres kemungkinan besar akan dilaksanakan pada 3 Juni 2025.
Dilansir dari The Korea Herald, delapan hakim MK sepakat memutuskan memecat Yoon Suk Yeol dari jabatan presiden. Putusan itu bersifat final dan tidak dapat digugat. Yoon menjadi presiden kedua Korea Selatan (Korsel) yang dipecat oleh MK.
Keputusan ini menandai pembahasan pemakzulan terpanjang dalam sejarah Korsel, yang menunjukkan kompleksitas dan keseriusan tuduhan yang dihadapi Yoon. Sekaligus menghilangkan ketidakpastian status Yoon sebagai presiden.
Yoon dinyatakan melanggar konstitusi karena mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024, sehingga memicu ketegangan politik terbesar dalam beberapa dekade terakhir di Korsel.
Majelis Nasional yang dikendalikan partai oposisi kemudian memakzulkan Yoon Suk Yeol sebagai presiden Korsel. MK akhirnya resmi mencopot jabatan Yoon.
Perdana Menteri Han Duck-soo akan terus menjabat sebagai presiden sementara Korsel sampai terpilihnya pemimpin baru pada pilpres nanti.
Masa jabatan Yoon sebelumnya dijadwalkan berakhir pada 9 Mei 2027. Dengan pemecatan tersebut, Yoon kehilangan semua hak istimewa presiden, termasuk pensiun dan kekebalan hukum.
Yoon juga akan menghadapi persidangan kriminal dengan tuduhan pemberontakan yang dimulai pada 14 April 2025. Sebagian besar pejabat yang terlibat dalam deklarasi darurat militer pada Desember lalu, termasuk mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun telah didakwa.
Yoon yang kini berstatus warga sipil juga bakal menghadapi proses hukum atas skandal broker politik. Jaksa penuntut kemungkinan akan mendorong penyelidikan atas tuduhan lainnya, mengingat ia kini tidak lagi memiliki kekebalan hukum.
Yoon Suk Yeol kini dalam ancaman serius. Berdasarkan hukum Korea, seseorang yang didakwa dengan pemberontakan, khususnya pemimpin utama, bakal menghadapi potensi hukuman mati atau penjara seumur hidup. dilansir dari situs resmi beritasatu co.id.