Mantan Perdana Menteri Palestina sekaligus utusan khusus untuk kepresidenan, Mohammad Shtayyeh, menegaskan bahwa prioritas utama saat ini bukan sekadar politik atau negosiasi, tetapi menghentikan agresi Israel terhadap rakyat Palestina.
Sejak 7 Oktober 2023, katanya, kekejaman terus berlangsung, dan yang paling mendesak adalah membuka akses bantuan medis serta pangan bagi warga di Jalur Gaza. Menurutnya, kehadiran negara-negara penjamin dalam perjanjian terbaru menjadi faktor penting untuk memastikan implementasi nyata di lapangan.
Shtayyeh kepada al-Mayadeen, menyoroti bahwa Israel telah berkali-kali melanggar perjanjian dengan Palestina—baik secara politik, keamanan, maupun finansial. Pengalaman panjang, ujarnya, menunjukkan bahwa Tel Aviv tidak memegang komitmen yang disepakati.
Israel seringkali beralasan tindakan itu dilakukan demi alasan keamanan, termasuk untuk menanggapi provokasi yang mereka tuduhkan dilakukan oleh Hamas atau kelompok militan lain.
Dalam pandangan Israel, gencatan senjata bisa menjadi jebakan yang memungkinkan Hamas memperkuat diri dan menyembunyikan sandera, sehingga mereka merasa perlu melanjutkan operasi militer untuk mencapai tujuan keamanan yang dianggap belum terpenuhi.
Faktor lain yang sering mempengaruhi keputusan Israel untuk melanggar gencatan senjata adalah dinamika politik internal. Keputusan politik Israel sering kali sensitif terhadap opini publik yang menuntut respons keras terhadap ancaman keamanan.
Para pemimpin politik, seperti Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, juga dapat menggunakan isu keamanan untuk memperkuat posisi mereka di dalam negeri, terutama di tengah ketidakstabilan pemerintahan koalisi.
Selain itu, Israel juga cenderung melihat gencatan senjata sebagai jeda taktis, bukan sebagai akhir dari konflik. Dalam pandangan ini, gencatan senjata dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kembali strategi, mengumpulkan informasi intelijen, atau menunggu waktu yang tepat untuk kembali menyerang.
Adanya ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak membuat gencatan senjata seringkali hanya menjadi perjanjian di atas kertas, yang mudah dilanggar saat salah satu pihak merasa ada peluang strategis untuk mendapatkan keuntungan.
Hidupkan Peluang Negara Palestina Berdiri
Karena itu, ia menilai konferensi perdamaian internasional perlu segera digelar untuk menghentikan pendudukan dan menghidupkan kembali peluang berdirinya negara Palestina yang merdeka.
Ia juga mengungkapkan bahwa Israel belum merilis semua nama tahanan yang diminta Palestina, termasuk pemimpin populer Marwan Barghouti dan sejumlah tokoh lainnya.
Langkah ini, kata Shtayyeh, merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan terbaru. Ia menegaskan bahwa penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza adalah satu-satunya jalan keluar, bukan sekadar wacana “zona penyangga” seperti yang diusulkan Israel.
Lebih lanjut, Shtayyeh menjelaskan bahwa negara penjamin memiliki peran penting untuk memastikan perjanjian dijalankan sepenuhnya, serta mencegah agresi atau kekacauan baru di Gaza.
Ia juga menolak wacana “deradikalisasi” yang dikaitkan dengan pendekatan keamanan semata, sebab perdamaian sejati hanya bisa dicapai jika rakyat Palestina diakui hak dan kedaulatannya secara penuh.
Terkait masa depan pemerintahan di Gaza, Shtayyeh menegaskan bahwa otoritas transisi tanpa keterlibatan Otoritas Palestina tidak akan berhasil. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 10.000 petugas polisi Palestina kini tengah dilatih di Mesir sebagai persiapan fase baru pemerintahan Gaza.
Hamas, lanjutnya, telah menyatakan kesediaan untuk tidak ikut serta dalam pemerintahan baru, namun memiliki kesempatan bersejarah untuk kembali ke PLO dan legitimasi nasional Palestina.
Dalam konteks rekonstruksi Gaza, Shtayyeh menilai bantuan kemanusiaan saja tidak cukup. Ia khawatir, proses rekonstruksi justru bisa dimanfaatkan untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.
“Kami ingin solusi politik yang komprehensif,” tegasnya, “agar tragedi seperti ini tidak terulang.” Ia juga menegaskan bahwa 159 negara telah mengakui negara Palestina secara politik, dan Otoritas Palestina menjadi dasar keberadaannya di dunia internasional.
Menutup pernyataannya, Shtayyeh menolak keras upaya perubahan kurikulum pendidikan Palestina yang dipaksakan oleh Israel dan beberapa negara Eropa. “Perubahan itu bukan reformasi, melainkan tekanan politik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Palestina tidak akan menyerahkan apa pun yang gagal diraih Israel di meja perundingan. Shtayyeh menutup dengan seruan lugas: “Kami ingin menghentikan agresi, memastikan perjanjian berjalan, dan memulai proses politik yang menghidupkan kembali harapan bagi rakyat kami.”
Masih Diawasi Tentara Israel
Organisasi kemanusiaan Indonesia, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), melaporkan bahwa Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, Jalur Gaza, Palestina, masih berada di bawah pengawasan tentara Israel meski gencatan senjata telah diberlakukan.
Relawan lokal di Gaza Utara telah meninjau kondisi rumah sakit tersebut setelah gencatan senjata resmi berlaku pada Jumat (10/10), menurut pernyataan tertulis MER-C yang diterima di Jakarta, Kamis (16/10).
Menurut relawan itu, tentara Israel masih bertahan di sekitar RS Indonesia, khususnya di bagian belakang kompleks rumah sakit.
“Saya hanya bisa masuk ke Wisma Joserizal Jurnalis dari arah selatan karena adanya tank-tank Israel dan tembakan yang belum berhenti,” katanya.
Wisma di kompleks RS Indonesia itu, yang selama ini digunakan sebagai tempat tinggal dan pusat koordinasi relawan, dilaporkan mengalami kerusakan parah. Lubang besar menganga di bagian dindingnya dan barang-barang di dalam wisma tersebut berserakan.
Setelah gencatan senjata diberlakukan, warga yang sebelumnya mengungsi telah kembali ke tempat tinggal mereka di Gaza Utara, baik dengan berjalan kaki ataupun menumpangi truk.
Sejumlah bantuan juga dilaporkan mulai masuk ke wilayah Gaza Utara, menurut MER-C.
Sejak Israel melancarkan perang pada Oktober 2023 hingga gencatan senjata tercapai bulan ini, RS Indonesia tak luput dari serangan pasukan Israel meski hukum internasional melarang tentara menyerang fasilitas dan petugas kesehatan.
Pada November 2023, bangsal operasi RS Indonesia diserang tentara Israel sehingga peralatan medis rusak.
Rumah sakit itu kembali terkena serangan udara Israel pada Oktober 2024. Di saat yang sama, Israel juga menembaki pengungsi yang bertahan di sekitar gerbang rumah sakit.
Militer rezim Zionis kembali mengepung RS Indonesia pada Mei lalu yang melumpuhkan seluruh pelayanan kesehatan. Pasien dan petugas kesehatan yang masih bertahan diusir dan RS itu dikosongkan secara paksa pada awal Juni. dilansir dari situs resmi republika co.id