Harga kedelai impor naik akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China mulai berdampak pada perajin tempe di Indonesia. Di Dusun Bedadung Kulon, Desa Kaliwining, Kecamatan Rambipuji, Jember, para pelaku usaha kecil mulai mencari alternatif agar tetap bisa bertahan.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) harga kedelai impor di Jawa Timur telah menyentuh angka Rp 9.886 per kilogram (kg). Kondisi ini mendorong para perajin tempe untuk melakukan inovasi.
Salah satunya adalah Siti Rokayah, yang memutuskan untuk memproduksi tempe menjes berbahan dasar ampas tahu. “Harga kedelai mahal sekali, jadi kami mencoba membuat tempe dari ampas tahu,” ungkap Siti Rokayah, Jumat (25/4/2025).
Ampas tahu dinilai sebagai bahan baku yang lebih terjangkau, tetapi tetap memiliki kandungan kedelai. Dengan harga hanya sekitar Rp 3.500 untuk tiga kilogram, ampas tahu menjadi solusi murah di tengah harga kedelai impor yang naik.
Pembuatannya juga tak jauh berbeda dengan tempe biasa, hanya ditambah dengan pengepresan ampas tahu untuk mengurangi kadar air. Dari tiga kilogram ampas tahu, Siti mampu memproduksi 12 biji tempe menjes yang dijual seharga Rp 1.000 per biji.
Dalam sehari, ia menggunakan hingga tujuh kilogram ampas tahu dan menghasilkan sekitar 84 biji tempe. “Alhamdulillah, meski berbeda, tempe menjes ini juga ada peminatnya,” tambahnya.
Namun di balik inovasi ini, kekhawatiran tetap menyelimuti para perajin tempe. Mereka berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga kedelai, agar produksi tempe berbahan utama tidak terancam.
“Kami berharap pemerintah bisa membantu menstabilkan harga kedelai yang naik agar kami bisa terus berjualan tempe,” tutup Siti Rokayah. dilansir dari situs resmi berita satu co.id.