Kehadiran umrah mandiri dikhawatirkan menghilangkan 4,2 juta lapangan kerja yang selama ini bergantung pada perjalanan ibadah umat muslim ini. Lapangan kerja tersebut berasal dari berbagai sektor mulai dari agent travel hingga perhotelan.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengungkapkan sejumlah hal yang dianggap menjadi ancaman bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) usai pemerintah melegalkan umrah mandiri.
Sekretaris Jenderal Amphuri Zaky Zakariya menyatakan bahwa ketentuan dalam Undang-undang (UU) No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dapat membuka ruang bagi agen perjalanan daring (online travel agent/OTA) untuk langsung menjamah pasar Indonesia.
Dengan masuknya OTA, perputaran dana umrah yang awalnya berada di dalam negeri, dapat berpindah ke luar negeri.
“Legalisasi Umrah mandiri berarti membuka ruang bagi korporasi global dan lokapasar asing seperti Agoda, Booking.com, Maysan, atau bahkan Nusuk milik Arab Saudi untuk langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU,” kata Zaky dalam keterangannya di Jakarta, dikutip pada Senin (27/10/2025).
Dia melanjutkan umrah mandiri akan berdampak luas terhadap pelaku usaha dan calon jemaah umrah. Dampak pertama adalah potensi hilangnya kedaulatan ekonomi umat, yang mana sektor umrah-haji disebut telah membuka lapangan kerja bagi lebih dari 4,2 juta pekerja di Indonesia.
Menurut Zaky, jumlah tersebut terdiri dari pemandu perjalanan dan ibadah, UMKM penyeia perlengkapan, hingga hotel dan katering lokal. Apabila bergeser ke sistem global, dia menyebut dana umat dapat mengalir ke luar negeri selagi tenaga kerja dalam negeri kehilangan penghasilan.
Potensi Ibadah Umrah
Pada 2024, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) melaporkan bahwa perputaran uang haji dan umrah di Indonesia mencapai Rp70 triliun per tahun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp21 triliun berasal dari kegiatan perhajian, sedangkan umrah menyumbang Rp 30–40 triliun.
Perputaran uang besar itu melibatkan sejumlah sektora dan pekerjaan seperti pegawai dan staf biro umrah/haji yang di dalamnya termasuk tour leader, staf administrasi, staf pemasaran, staf customer service, bagian akuntansi, koordinator logistik, kasir, staf divisi haji-umrah, pengurus visa, ticketing, serta keuangan.
Selain itu ada juga pembimbing jamaah, petugas transportasi dan akomodasi serta UMKM makanan/minuman, suvenir, busana muslim, agen logistik, perusahaan penerbangan, hingga koperasi simpan pinjam syariah di komunitas jamaah.
Adaptasi
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan pengesahan aturan umrah mandiri bagi jemaah Indonesia dinilai bukan menjadi hambatan bagi pelaku biro travel perjalanan haji dan umrah. Dia menilai seharusnya biro travel dapat beradaptasi dengan aturan tersebut.
Menurutnya, aturan baru ini merupakan kesempatan bagi travel untuk meningkatkan layanan agar tetap menjadi pilihan bagi calon jemaah umrah dan bukan meminta pemerintah melarang jalur umrah mandiri.
“Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru ini, perlu disikapi dengan cara; (i) memperbaiki layanan umrah bagi travel, agar jamaah merasa nyaman dengan fasilitas dari travel (ii) meningkatkan perlindungan jamaah oleh Pemerintah. bukan justru meminta Pemerintah untuk melarang umrah mandiri,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/10/2025).
Pengesahan umrah mandiri, katanya, adalah bentuk penyesuaian regulasi pemerintah Indonesia terhadap aturan pemerintah Arab Saudi, selama pelaksanaannya memenuhi syarat. Sebab, di Arab Saudi, umrah mandiri sudah diperbolehkan.
Dia menegaskan, meskipun calon jemaah dapat berangkat tanpa pendamping, pemerintah Indonesia wajib menjamin keamanan dan keselamatan bagi calon jemaah umrah mandiri.
“Di samping itu, ada jaminan keamanan, dan pemastian kebutuhan akomodasi yang dibutuhkan selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah,” jelasnya. Asrorun menceritakan bahwa dirinya beberapa kali pernah melakukan perjalanan umrah mandiri dengan visa transit.
Baginya, hal yang terpenting bagi calon jemaah umrah mandiri adalah memahami tata cara ibadah umrah sehingga pelaksanaannya berjalan sempurna.
“Yang penting; memahami ketentuan aspek syariah, khususnya terkait dengan syarat dan rukun umrah, sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan syariah,” ujarnya.
Dalam catatan Bisnis, Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan aturan umrah mandiri yang tertuang dalam UU No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa penetapan regulasi umrah mandiri merupakan respons atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaah dari Tanah Air.
“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil, Sabtu (25/10/2025). dilansir dari situs resmi bisnis co.id
 
								 
								 
												