Dwinanda Linchia Levi (35), dosen muda Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, ditemukan meninggal dunia dalam kondisi tanpa busana di sebuah kamar kos-hotel (kostel) di Jalan Telaga Bodas Raya, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Senin (17/11/2025) pagi.
Seorang perwira menengah Polri berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Basuki yang berada satu kamar dengan korban menjadi pihak pertama yang melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
Informasi dihimpun, korban yang dikenal sebagai dosen hukum pidana itu ditemukan sekitar pukul 05.30 WIB di kamar nomor 210.
Ia tergeletak telentang tanpa busana di lantai samping tempat tidur.
Laporan kemudian diteruskan ke Polsek Gajahmungkur sekitar pukul 07.00 WIB.
Kapolsek Gajahmungkur AKP Nasoir membenarkan penemuan jenazah tersebut.
Ia menyebut, korban menginap bersama seorang laki-laki yang kemudian diketahui sebagai anggota Polri.
“Korban perempuan dosen FH Untag. Di kamar itu bersama seorang laki-laki, anggota Polri,” ujar Nasoir kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).
Polisi tidak langsung mengamankan laki-laki tersebut.
Yang bersangkutan baru dimintai keterangan terkait kronologi kejadian karena dugaan awal kematian mengarah pada faktor kesehatan.
Dugaan Penyabab Korban Meninggal
Dari hasil penelusuran kepolisian, dua hari sebelum meninggal, korban tercatat dua kali berobat ke Rumah Sakit Tlogorejo Semarang pada 15–16 November 2025.
Korban disebut memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan gula darah yang sangat tinggi.
“Penyebab kematian korban diduga karena sakit. Dua hari berturut-turut korban berobat ke Rumah Sakit Tlogorejo,” kata AKP Nasoir.
Rekam medis terakhir menunjukkan tensi darah korban mencapai sekitar 190 mmHg dan kadar gula darah 600 mg/dl.
Dokter menyarankan rawat jalan.
Malam sebelum ditemukan meninggal, korban sempat meminta tubuhnya dibaluri minyak kayu putih untuk meredakan keluhan yang dirasakannya.
Tim Inafis Polrestabes Semarang bersama dokter RSUP Dr Kariadi tidak menemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban dari pemeriksaan luar, kecuali bekas infus beberapa hari sebelumnya.
Meski demikian, keluarga meminta dilakukan autopsi untuk memastikan penyebab pasti kematian.
“Sekilas dari visum luar tidak ada tanda kekerasan. Namun autopsi tetap dilakukan, kami menunggu hasilnya,” ujar Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena, dikutip Rabu (19/11/2025).
Kondisi Jenazah Dinilai Janggal
Di tengah kesimpulan awal soal dugaan sakit, keluarga justru menilai kematian Dwinanda penuh kejanggalan.
Kerabat korban, Tiwi, menyebut keluarga baru menerima kabar meninggalnya Dwinanda pada Senin petang, berjam-jam setelah korban ditemukan sekitar pukul 05.30 WIB.
“Kami dapat kabar sore hari, padahal informasinya korban ditemukan pagi,” ujar Tiwi.
Ia juga mengungkap sejumlah hal yang membuat keluarga tidak tenang.
Dari foto jenazah yang diterima, korban terlihat telanjang, telentang di lantai keramik tanpa alas, dengan wajah yang tampak berbeda dibanding saat masih hidup.
“Informasinya ada darah keluar dari hidung dan mulut. Sekilas dari foto, ada bercak darah di bagian intim korban. Ini yang membuat keluarga merasa janggal,” kata Tiwi.
Keluarga kini menunggu hasil autopsi yang dilakukan di RSUP Dr Kariadi sebelum menentukan langkah hukum berikutnya.
Terdaftar Satu Kartu Keluarga dengan AKBP Basuki
Kecurigaan keluarga kian menguat setelah muncul fakta bahwa korban tercatat satu Kartu Keluarga (KK) dengan AKBP Basuki, polisi yang menjadi saksi pertama.
Padahal, keluarga mengaku tidak pernah mendengar penjelasan dari korban soal kedekatan dengan perwira polisi tersebut.
“Iya, korban satu KK dengan saksi pertama (AKBP Basuki), katanya sebagai saudara. Kecurigaan muncul saat adik saya menanyakan alamat korban dan saksi, ternyata sama,” ujar Tiwi.
Menurut penjelasan yang diterima keluarga, nama Dwinanda dimasukkan dalam KK AKBP Basuki agar ia bisa mengurus perpindahan KTP ke Semarang.
Yang juga dipersoalkan keluarga, AKBP Basuki disebut tidak hadir saat proses autopsi jenazah berlangsung.
“Kalau memang saudara, harusnya hadir. Tapi sampai sore dia tidak datang,” tambah Tiwi.
Alumni Untag Desak Kasus Dibuka Terang-Benderang
Kasus ini juga menyita perhatian Komunitas Muda Mudi Alumni Untag Semarang.
Ketua Umum komunitas tersebut, Jansen Henry Kurniawan, menilai rangkaian peristiwa kematian Dwinanda menyimpan banyak tanda tanya.
Ia mengungkap, sebelumnya korban pernah bercerita mengenai sosok seorang polisi berpangkat AKBP yang bertugas di bidang pengendalian massa.
“Beliau pernah cerita, punya teman polisi kasubdit pengendalian massa. Korban bilang, ‘jangan-jangan kalian sering ketemu pas demo’,” kata Jansen.
Menurut Jansen, keberadaan seorang perwira polisi di kamar saat korban ditemukan meninggal patut menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
Pihaknya menegaskan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, namun mendorong agar penyelidikan dilakukan secara objektif dan transparan.
“Kami berharap kasus ini dibuka seterang-terangnya dan jangan sampai ada kesan melindungi oknum tertentu,” tegasnya.
Polisi Berpangkat AKBP Bertugas di Dalmas
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto membenarkan bahwa AKBP Basuki yang disebut dalam kasus ini merupakan perwira menengah yang bertugas di Subdirektorat Pengendalian Massa (Dalmas) Direktorat Samapta Polda Jateng.
“Benar, AKBP Basuki memang pamen di Dalmas,” ujar Artanto.
Ia menyatakan, Polda Jateng memantau proses penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polrestabes Semarang dan akan mengawasi perkembangan penanganan kasus ini melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum.
“Kalau nanti ditemukan pelanggaran yang dilakukan (oleh AKBP Basuki), akan ditindak sesuai aturan,” tambahnya.
AKBP Andika Dharma Sena menegaskan, polisi yang berada di kamar bersama korban sudah dimintai keterangan sebagai saksi.
Penyidik juga memeriksa sejumlah saksi lain, termasuk pihak hotel, serta mengumpulkan rekaman CCTV.
Terkait hubungan pribadi antara Dwinanda dan AKBP Basuki, Andika menyebut pihaknya belum bisa menjelaskan lebih jauh.
“Saya belum tahu apakah mereka pasangan atau bukan. Yang jelas, kami dalami dan kumpulkan semua bukti,” ujarnya.
Sosok Dwinanda Linchia Levi
Kematian Dwinanda Linchia Levi meninggalkan duka mendalam di lingkungan kampus.
Dekan Fakultas Hukum Untag Semarang, Prof Edy Lisdiyono, meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas penyebab kematian dosen mudanya itu dan menyampaikannya secara terbuka kepada publik.
Dwinanda dikenal sebagai akademisi dengan rekam jejak pendidikan yang kuat.
Ia menempuh Magister Ilmu Hukum di Universitas Jenderal Soedirman dan meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro pada 2019.
Sejumlah publikasi ilmiah di bidang hukum tercatat terbit antara 2022 hingga 2024.
Kerabat menyebut Dwinanda sebagai sosok pendiam dan fokus pada dunia akademik.
Ia berasal dari Purwokerto dan merantau ke Semarang setelah kedua orang tuanya meninggal.
Ia mulai mengajar sebagai dosen tetap di Untag Semarang sekitar 2021–2022.
Selama di Semarang, korban sebenarnya memiliki kamar kos sendiri yang lokasinya tidak jauh dari kostel tempat ia ditemukan meninggal.
Belakangan, ia disebut kerap keluar-masuk kostel tersebut.
Menurut keluarga, selama ini korban tidak pernah diketahui memiliki riwayat penyakit serius saat tinggal di Semarang, meski belakangan muncul catatan medis mengenai tekanan darah dan gula darah yang tinggi.
Autopsi terhadap jenazah Dwinanda dilakukan untuk menjawab teka-teki yang menyelimuti kematiannya, apakah murni karena sakit atau ada faktor lain yang menyertai.
Keluarga, rekan kampus, serta komunitas alumni menunggu hasil resmi pemeriksaan medis dan langkah lanjutan kepolisian.
Polda Jateng memastikan akan memonitor penyelidikan yang dikerjakan Polrestabes Semarang. dilansir dari situs resmi sinata co.id