Breaking News

Breaking News

Beranda » Demo Gen Z di Nepal Berhasil Menggulingkan Pemerintahan?
0 comment

Demo Gen Z di Nepal Berhasil Menggulingkan Pemerintahan?

NEPAL kini menghadapi krisis politik setelah demonstrasi besar-besaran yang digerakkan oleh generasi Z (Gen Z) memaksa Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri. Menurut laporan The Times of India, unjuk rasa yang awalnya damai pada Senin, 8 September 2025, meletus menjadi kerusuhan di Kathmandu, Pokhara, hingga Itahari.

Sehari kemudian, Oli menyerah pada tekanan publik. “Saya mengundurkan diri segera,” kata Oli dalam pernyataan tertulis pada Selasa, 9 September, ia juga menjanjikan pembentukan komite untuk menyelidiki kekerasan dan melaporkan hasilnya dalam 15 hari. Presiden Ram Chandra Paudel telah menerima pengunduran diri itu.

Larangan Media Sosial Jadi Pemicu

Akar kemarahan publik bermula dari keputusan pemerintah pada 4 September melarang 26 platform media sosial, termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, X, dan YouTube. Dilansir dari Al Jazeera, pemerintah beralasan larangan itu diterapkan karena platform tidak memenuhi tenggat registrasi pada 3 September sesuai aturan baru.

Namun kebijakan ini dipandang sebagai upaya sensor dan pembungkaman kritik. “Pemerintah sedang mabuk kekuasaan, korupsi merajalela, tidak ada yang bertanggung jawab,” ujar Yugant Ghimire, 27 tahun, seorang insinyur kecerdasan buatan, kepada Al Jazeera.

Larangan itu memperkuat ketidakpuasan publik yang sudah lama ada. Warga menilai keluarga elite politik hidup mewah, sementara rakyat Nepal bergelut dengan pendapatan per kapita kurang dari US$ 1.400 setahun.

Tindakan Represif Aparat

Kemarahan semakin meluas ketika polisi melepaskan tembakan ke arah demonstran yang mencoba memanjat tembok parlemen. Human Rights Watch melaporkan sedikitnya 19 orang tewas dan lebih dari 300 orang terluka akibat tembakan peluru tajam, gas air mata, dan meriam air.

“Penembakan polisi terhadap demonstran di Kathmandu dan berbagai kota menunjukkan betapa buruknya sikap pemerintah terhadap nyawa warganya,” kata Wakil Direktur Asia Human Rights Watch Meenakshi Ganguly.

Massa Serang Rumah Politisi

Gelombang protes bergeser ke serangan langsung terhadap simbol kekuasaan. Menurut laporan NDTV, rumah sejumlah politisi dibakar, termasuk kediaman Ketua Partai Nepali Congress Sher Bahadur Deuba, Presiden Ram Chandra Paudel, mantan Perdana Menteri Pushpa Kamal Dahal, dan Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak. Sebuah sekolah milik Menteri Luar Negeri Arzu Deuba Rana juga dibakar massa.

Kekerasan menelan korban jiwa dari lingkaran elite. Rajyalaxmi Chitrakar, istri mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal, tewas setelah terjebak di rumah yang dibakar demonstran di Kathmandu. Ia sempat dilarikan ke Kirtipur Burn Hospital, namun meninggal saat perawatan.

Tentara Ambil Alih Operasi Keamanan

Kondisi memburuk pada Selasa, 9 September. Bandara Internasional Tribhuvan menutup semua penerbangan dengan alasan ancaman keamanan serius dan situasi luar biasa. Penerbangan yang hendak mendarat dialihkan ke luar Nepal.

Sementara itu, menurut laporan The Hindu, Angkatan Darat Nepal mengumumkan mengambil alih operasi keamanan mulai Selasa malam. Helikopter dikerahkan untuk mengevakuasi pejabat dari zona berisiko, dan pasukan ditempatkan di sekitar gedung pemerintahan serta parlemen yang sempat digeruduk massa.

Dilansir dari Hindustan Times, tentara terlihat masih berpatroli di jalanan Kathmandu pada Rabu, 10 September, sementara asap masih mengepul dari gedung-gedung yang terbakar sehari sebelumnya, termasuk kantor media dan gedung Mahkamah Agung.

Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Ashok Raj Sigdel, juga merilis pernyataan resmi. “Kami menyerukan kepada kelompok demonstran untuk menghentikan aksi dan maju ke meja dialog demi jalan damai bagi bangsa. Kita perlu menormalkan situasi sulit saat ini, melindungi warisan bersejarah dan nasional, serta menjamin keselamatan publik maupun misi diplomatik,” ujarnya.

Menurut laporan Indian Express, Angkatan Darat masih memberlakukan larangan keluar rumah nasional hingga Kamis, 11 September.

Respon Pemerintah dan Elite Politik

Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak kini ikut mengundurkan diri. Oli sendiri menyalahkan “kelompok berkepentingan” sebagai dalang kerusuhan, meski tanpa bukti, dikutip dari laporan Hindustan Times.

Presiden Paudel saat ini telah menyerukan dialog dengan publik. “Saya meminta semua pihak tetap tenang, mencegah kerusakan lebih lanjut, dan duduk bersama untuk berbicara,” katanya dalam pernyataan resmi, dikutip dari The Hindu. “Dalam demokrasi, tuntutan warga dapat dijawab melalui dialog dan negosiasi,” kata dia.

Setelah larangan media sosial dicabut dan Perdana Menteri KP Sharma Oli mundur, demonstran justru memperluas tuntutannya.

Menurut laporan Al Jazeera, gerakan yang dipelopori Gen Z itu kini merilis daftar tuntutan yang mereka sebut “non-negotiable” (tidak ada negosiasi).

Isi tuntutan itu mencakup empat hal utama: pembubaran parlemen, pengunduran diri massal anggota parlemen, penangguhan segera pejabat yang memerintahkan penembakan terhadap demonstran, serta penyelenggaraan pemilu baru. dilansir dari situs resmi tempo co.id

Leave a Comment

javanica post

Javanica Post adalah portal berita online yang dikelola oleh PT. Javanica Media Digital, salah satu anak perusahaan dari Javanica Group.

Edtior's Picks

Latest Articles

©2024 javanica post. All Right Reserved. Designed and Developed by Rizarch