Pemerintah China kembali membantah adanya negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif dagang yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
“China dan AS tidak melakukan konsultasi atau negosiasi apa pun mengenai tarif. AS harus berhenti menciptakan kebingungan,” tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing, Jumat (25/4/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Guo Jiakun menanggapi klaim Donald Trump sehari sebelumnya. Pada Kamis (24/4/2025), Trump mengatakan pembicaraan perdagangan antara AS dan China masih berlangsung, meski ia tidak menyebut siapa pihak yang terlibat.
“Mereka mengadakan pertemuan pagi ini. Tidak penting siapa ‘mereka’. Mungkin akan kami ungkapkan nanti. Yang jelas, kami telah bertemu dengan China,” ujar Trump saat itu.
Guo Jiakun menekankan perang tarif dimulai oleh AS, dan China tetap konsisten untuk melawan kebijakan tersebut. Ia menegaskan jika AS ingin berunding, maka proses dialog harus dilandasi prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan.
Terkait isu fentanil yang dikaitkan dengan penerapan tarif, Guo menyebut tuduhan Trump terhadap China tidak berdasar.
“Fentanil adalah masalah domestik AS, bukan tanggung jawab China. AS harus menyelesaikan persoalannya sendiri,” tegas Guo.
Meski China telah menunjukkan iktikad baik, lanjut Guo, AS tetap memberlakukan tarif tinggi terhadap impor dari China, bahkan menggunakan isu fentanil sebagai alasan tambahan.
“Ini bentuk intimidasi menyeluruh. Sangat merusak dialog dan kerja sama dalam pemberantasan narkotika. AS tidak bisa lepas tangan dengan cara menyalahkan pihak lain. Intimidasi bukan jalan penyelesaian terhadap China,” ujarnya.
Sejak masa pemerintahan Trump, AS telah menerapkan tarif hingga 245% terhadap produk China. Sebagai balasan, China juga menaikkan tarif hingga 125% terhadap produk asal AS. Akibat memanasnya perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar dunia itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 hanya akan mencapai 2,8%.
Trump sempat memberi jeda tarif selama 90 hari kepada beberapa negara lain yang bersedia bernegosiasi, tetapi China tidak termasuk dalam pengecualian tersebut. Sebaliknya, Beijing merespons dengan menaikkan tarif tambahan serta memberlakukan kebijakan ekonomi strategis lainnya, termasuk pembatasan ekspor mineral tanah jarang dan pengajuan gugatan terhadap AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). dilansir dari situs resmi berita satu co.id.