Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan kalian berpuasa di dalamnya. Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya, maka ia benar-benar telah terhalang.”
Dalam hadits lain yang terdapat dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إذا دخل رمضان فتحت أبواب الرمحة وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطني وفتحت أبواب اْلنة
Apabila Ramadhan tiba, pintu-pintu rahmat dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu, serta pintu-pintu surga dibuka.”
Ramadhan adalah bulan kebaikan dan keberkahan, bulan kemenangan dan pembebasan. Sejarah mencatat bahwa Perang Badar, Penaklukan Hittin, serta pembebasan Makkah dan Andalusia terjadi di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, orang-orang saleh menganggap bisa menemui bulan Ramadhan sebagai salah satu nikmat terbesar.
Ketika Ramadan tiba, mereka menyambutnya dengan penuh harap dan persiapan. Mereka menyiapkan diri dengan shalat, puasa, sedekah, dan qiyamul lail. Jika kita mengamati keadaan mereka, kita akan mendapati mereka dalam keadaan menangis tersedu, berdiri dengan khusyuk, atau sujud dengan doa yang menggetarkan hati. Mereka adalah orang-orang yang disebut dalam firman Allah:
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ اُخْفِيَ لَهُمْ مِّنْ قُرَّةِ اَعْيُنٍۚ جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ* تَتَجَافٰى جُنُوْبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَّطَمَعًاۖ وَّمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
Lambung mereka jauh dari tempat tidur, mereka berdoa kepada Rabb mereka dengan rasa takut dan penuh harap, serta mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (berbagai nikmat) yang menyenangkan sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 16-17)
Mereka memahami bahwa puasa tidaklah disyariatkan secara sia-sia. Ini bukan hanya sekadar meninggalkan makanan dan minuman, tetapi lebih dari itu. Puasa mengajarkan manusia bahwa mereka memiliki Tuhan yang menetapkan hukum sesuka-Nya. Allah mewajibkan puasa kapan saja yang Dia kehendaki dan membolehkan berbuka kapan pun Dia menghendaki. Oleh karena itu, seorang mukmin harus takut kepada-Nya dan bertakwa.
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ketakwaan adalah rasa takut kepada Allah, berpegang teguh pada wahyu-Nya, merasa cukup dengan yang sedikit, dan bersiap untuk menghadapi kehidupan setelah mati. Orang yang benar-benar bertakwa akan merasa bahwa seluruh hidupnya adalah milik Allah.
Dia salat saat waktu salat tiba, berpuasa saat diwajibkan, berjihad bersama para mujahidin, dan bersedekah bersama orang-orang yang dermawan. Dia tidak memiliki bagian bagi dirinya sendiri, karena seluruh hidupnya adalah ibadah kepada Allah.
Namun, apakah orang yang hanya menahan lapar dan dahaga tetapi tidak menjaga pandangan dari hal yang haram, atau lisannya dari perkataan dosa, bisa disebut sebagai orang yang bertakwa? Apakah orang yang di siang hari mengumpulkan pahala tetapi di malam hari menghanguskannya dengan hal-hal maksiat bisa disebut sebagai orang yang bertakwa?
Setan dari golongan jin memang dibelenggu di bulan Ramadan, tetapi setan dari kalangan manusia tetap bebas berkeliaran. Mereka menggoda kaum Muslimin dengan berbagai hiburan yang melalaikan. Banyak orang yang menghabiskan Ramadan di depan layar televisi, mengikuti tayangan yang tidak membawa manfaat bagi agama dan akhirat mereka.
Orang-orang saleh terdahulu mengisi malam Ramadhan dengan ibadah yang khusyuk. Mereka menangis dalam sujud mereka, membaca Al-Qur’an dengan penuh kekhusyukan, dan bersungguh-sungguh dalam ibadah.
Sahabat-sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para tabi’in bersungguh sungguh dalam menghidupkan malam Ramadhan. Mereka membaca Al-Qur’an hingga larut malam, menangis dalam sujud, dan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Suatu ketika, Hudzifah radhiyallahu ‘anhu pernah salat bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Beliau membaca surah Al Baqarah, lalu melanjutkan dengan surah An-Nisa, kemudian Ali Imran, dalam satu rakaat!
Beliau membaca dengan penuh tadabbur, dan ketika melewati ayat yang berisi pujian kepada Allah, beliau bertasbih. Ketika melewati ayat yang berisi permintaan, beliau berdoa. Dan ketika melewati ayat yang berisi peringatan, beliau berlindung kepada Allah.
Begitulah keadaan orang orang saleh dalam beribadah. Mereka memahami makna Ramadhan sebagai bulan ketakwaan.
Dalam suatu hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, tidaklah puasa yang diterima itu hanya sekadar menahan lapar dan dahaga. Tetapi, seorang yang bertakwa akan menjaga lisannya, pandangannya, serta seluruh anggota tubuhnya dari hal yang diharamkan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan maksiat, maka Allah tidak butuh dari puasanya yang hanya sekadar meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari)
Semoga kita semua dapat meraih hakikat ketakwaan dalam Ramadan ini, sehingga kita keluar darinya dengan hati yang bersih, dosa yang diampuni, dan derajat yang tinggi di sisi Allah. Aamiin, dilansir dari situs resmi berita satu co.id