Breaking News

Breaking News

Pengungkapan kasus korupsi oleh KPK yang berturut-turut dalam sepekan menjerat dua kepala daerah, yaitu Gubernur Riau dan Bupati Ponorogo, seolah menjadi penegas bahwa para pelaku melakukan tindakan lancung itu memang tak mengenal kata jera. Fakta tersebut juga semakin menguatkan asumsi bahwa semua orang memiliki kekuatan yang cenderung untuk melakukan korupsi.

 

Mereka, Gubernur Riau Abdul Wahid dan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, belum sampai setahun menjabat sebagai pemimpin daerah. Namun, dorongan syahwat untuk memperkaya diri dengan cara korupsi kiranya sudah terlalu menggebu, melemahkan otoritas yang seharusnya mereka pegang kukuh sebagai pemimpin.

 

Nafsu melakukan rasuah tidak terbendung karena terbukanya celah peluang untuk itu. Celah selalu terbuka karena sistem pengawasan lemah dan majal. Pengawasan lemah karena upaya tersebut tidak menjadi fokus dari birokrasi yang bobrok dan kotor. Birokrasi yang tidak bersih muncul dari kepemimpinan yang korup.

 

Begitulah, lingkaran setan seperti itu terus membayangi tata kelola pemerintahan di daerah. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila praktik korupsi di daerah tersebut hampir tidak pernah surut. Triliunan rupiah dari APBN yang mengalir ke daerah, bahkan sampai ke desa, alih-alih menciptakan pemerataan kesejahteraan, malah memunculkan koloni-koloni baru korupsi.

Baca Lainnya :  Wakil Ketua DPR RI Sebut MBG Gak Perlu Ahli Gizi, Cukup Lulusan SMA yang Ikut Sertifikasi Tiga Bulan

 

Raja-raja kecil nan korup terus bermunculan. Untuk tingkat kepala daerah saja, sepanjang tahun ini KPK sudah mencokok tiga orang melalui operasi tangkap tangan (OTT). Belum lagi pejabat tingkat bawah dan anggota legislatif daerah, sudah banyak pula yang ditangkap dan ditersangkakan oleh KPK.

 

Semua itu mengisyaratkan konfirmasi temuan KPK beberapa waktu lalu bahwa kasus korupsi di daerah justru lebih banyak daripada di pusat. Temuan itu menyebutkan 51% kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan pejabat daerah, baik eksekutif maupun legislatif. Hal ini menandakan korupsi di daerah masih menjadi persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan.

 

Pada sisi pengawasan, ada dua titik lemah yang banyak disebut sebagai penyebab maraknya aksi korupsi di daerah. Yang pertama ialah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Mereka yang seharusnya mempunyai tanggung jawab mengawasi eksekutif, justru tidak menjalankan fungsinya dengan maksimal. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan ikut terlibat dalam labirin korupsi pejabat eksekutif daerah.

 

Titik lemah kedua adalah tidak berfungsinya inspektorat sebagai aparatur pengawas internal pemerintahan. Posisi inspektorat yang berada langsung di bawah kendali kepala daerah membuat lembaga tersebut tidak memiliki independensi sekaligus rentan intervensi.

Baca Lainnya :  Bayar Utang Proyek Kereta Whoosh dengan Duit Sitaan Korupsi, Ekonom Khawatir tak Cukup

 

Dengan posisi itu, inspektorat kehilangan nyali ketika harus dihadapkan pada perilaku kotor atasan mereka alias kepala daerah. Terlebih lagi, tidak menutup kemungkinan pula, jika pejabat inspektorat memiliki integritas yang juga buruk, mereka malah ikut menjadi bagian dari kongkalikong atau permufakatan jahat jahat di daerah.

 

Oleh karena itu, cara paling ampuh untuk menekan korupsi di daerah adalah dengan memperkuat sistem pengawasan. Tinggalkan sistem pengawasan model lama yang terbukti malah menciptakan banyak lubang yang kelak dimanfaatkan orang-orang jahat sebagai pintu masuk praktik korupsi.

 

Reformasi sistem pengawasan dan pemberdayaan lembaga pengawas daerah, termasuk memperkuat fungsi DPRD, merupakan langkah mendesak yang harus dilakukan. Tanpa hal itu, percayalah, aksi korupsi di daerah akan terus menjamur. Penerapan desentralisasi kekuasaan harus memaksakan ketat agar tidak meleceng menjadi desentralisasi korupsi.

 

Berulang kali kita ingatkan, pemberantasan korupsi memerlukan komitmen politik yang kuat dari semua pihak. Aparat penegak hukum tidak bisa bekerja sendiri karena membasmi korupsi menuntut kerja bersama, termasuk dalam mempertajam pengawasan dan pencegahan.

Baca Lainnya :  Point Point Penting yang Wajib Diketahui KUHAP Baru yang Disahkan DPR

 

Jika itu tidak segera direformasi, kita seperti membiarkan lingkaran setan tersebut terus berlanjut, terus melingkar-lingkar tanpa sanggup diputuskan. dilansir dari situs resmi metrotv co.id

 

Leave a Comment

javanica post

Javanica Post adalah portal berita online yang dikelola oleh PT. Javanica Media Digital, salah satu anak perusahaan dari Javanica Group.

Edtior's Picks

Latest Articles

©2024 javanica post. All Right Reserved. Designed and Developed by PEH Digital Agency