Pengakuan mengejutkan datang dari internal Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Lembaga penegak hukum itu mengakui adanya sejumlah anggotanya yang terpapar perilaku menyimpang seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), bahkan ada pula yang terseret paham radikal.
Tak main-main, anggota yang terbukti terlibat langsung dijatuhi sanksi tegas berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat. Hal itu disampaikan Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (AsSDM), Inspektur Jenderal Polisi Anwar, dalam diskusi nasional bertema ‘Rekonstruksi Jati Diri Bangsa Merajut Nusantara untuk Mewujudkan Polri Sadar Berkarakter’, yang disiarkan langsung lewat akun YouTube Divisi Humas Polri.
“Apakah (LGBT) ada di polisi? Ada. Ada yang sudah dipecat, ada yang didemosi dan macam sebagainya. Kalau masalah data, barangkali nanti kita bisa langsung di balik layar, kita bisa berbicara data,” kata dia dikutip Selasa, 28 Oktober 2025. Irjen Anwar juga mengungkap kendala serius dalam proses rekrutmen anggota baru. Hingga kini, Polri belum memiliki alat atau metode khusus untuk mendeteksi indikasi LGBT sejak tahap awal penerimaan.
“Belum lagi yang sampai sekarang belum ketemu formulanya yaitu rekrutmen anggota Polri untuk bisa menilai keterlibatan yang akhir-akhir ini sedang menjalar, LGBT. Pertanyaannya adalah, saya masih mencari di mana sih alat untuk bisa mendeteksi itu. Rupanya kita belum punya. Mungkin nanti kita mencari ke situ,” kata dia. Ia menambahkan, kasus LGBT biasanya baru terungkap setelah menimbulkan masalah di internal kepolisian. “Tapi memang sulit mencari itu. Ketemunya kalau sudah terjadi permasalahan.
Dan polisi sekarang tidak mentoleran hal seperti itu. Akhirnya begitu terjadi, ketahuan ya sudah diproses, lalu PTDH. Tapi tidak ada alat yang untuk mendeteksi, anak ini akan terpapar,” katanya. Selain isu LGBT, Polri juga menghadapi persoalan lain yaitu infiltrasi paham radikal di tubuh kepolisian. Anwar mencontohkan, ada dua polisi wanita (Polwan) di Maluku Utara yang sempat terpapar radikalisme hanya karena pengaruh media sosial.
“Apakah Polri sudah terpapar? Iya. Kita harus akui. Karena di sini banyak polwan juga, beberapa tahun yang lalu, ada polwan kita, adik-adik kita yang terpapar radikal, cukup dengan medsos. Dengan medsos dicuci otaknya kemudian dia siap keluar menjadi kelompok mereka. Ada dua di Maluku Utara, kita masih ingat kan? Masih. Mereka rela keluar untuk jadi di kelompok mereka,” tutur dia.
Tak hanya Polwan, Anwar juga menyebut adanya kelompok ‘Polisi Cinta Sunnah (PCS)’ di internal Polri yang mulai terindikasi mengarah ke paham Wahabi.
“Karena memang untuk masuk ke sebuah kegiatan itu harus menunjukkan yang benar, yang ujungnya adalah wahabi. Wahabi itu apa? Teroris. Di sini ada di kepolisian,” kata Anwar. “Sehingga dalam membina karakter kita melakukan kegiatan setiap Kamis itu adalah zoom dengan menggunakan kegiatan keagamaan, baik agama apapun yang ada di Indonesia, agama apapun yang dianut oleh Polri. Karena kalau mereka bisa mencuci otak dengan medsos, maka kita juga gunakan medsos untuk mencuci otak anggota kita yang benar. Untuk mengimbangi,” ujarnya lagi. dilansir dari situs resmi vivaco.id